Miris Di Surabaya, Masih ada Siswa Lesehan di Kelas
SURABAYA - Fakta masih adanya sekolah yang minim sarana dan prasarana di Surabaya terus terungkap. Ada sekolah yang para siswanya harus duduk lesehan karena kekurangan meja dan tempat duduk. Kondisi itu bisa ditemui di SD Da'watul Hasanah.
Di lantai 2 sekolah tersebut, hampir seluruh siswa duduk di lantai saat belajar. Misalnya, kemarin (9/2) di antara total 14 siswa kelas IV yang belajar IPS, mayoritas duduk di lantai. Hanya beberapa siswa, terutama siswa putri, yang duduk di bangku dekat meja guru.
Ruang kelas IV itu dibatasi tembok dengan ruang kelas III. Di ruang kelas III, para siswa duduk beralaskan karpet. Mereka sedang belajar agama. Kepala para siswa terpaksa mendongak lebih tinggi saat melihat tulisan di papan tulis. Maklum, posisi duduk mereka lebih rendah lantaran duduk di lantai.
Ruang kelas III itu juga berbatasan tembok dengan ruang kelas V. Kemarin siswa kelas V tampak duduk di lantai tanpa alas. Mereka sedang belajar bahasa Inggris.
Hampir semua bersandar ke tembok kelas. Namun, wajah-wajah mereka tampak ceria. Pelajaran bersama guru pun diikuti dengan baik dan penuh senyum.
Para siswa SD Da'watul Hasanah memang terpaksa belajar sembari lesehan. Penyebabnya, sekolah di kawasan Jalan Pulo Tegalsari, Wonokromo, itu belum memiliki bangku. Para siswa kelas III, IV, dan V pun terpaksa belajar di lantai.
Sekolah swasta yang didirikan pada 1980 itu berada di kompleks perkampungan padat penduduk. Di bagian kanan dan belakang sekolah ada rumah warga. Di sebelah kiri sekolah, berdiri bangunan musala yang juga berada di bawah naungan Yayasan Da'watul Hasanah.
Kepala SD Da'watul Hasanah Sudarmadji menyatakan, awalnya sekolah itu terdiri atas tiga kelas dan satu ruang guru yang sempit. Para siswa bergantian masuk pagi dan siang. Sekolah lantas mendapat bantuan dana alokasi khusus (DAK) 2014 sebesar Rp 188 juta.
''Awalnya untuk rehab. Tapi, saya tidak mau karena baru saja rehab ruang kantor,'' tutur Sudarmadji.
Dana itu lantas digunakan untuk menambah tiga lokal (kelas) baru. Lantaran keterbatasan lahan, tiga lokal itu dibangun secara vertikal di bagian atas ruang kelas yang sudah ada. Hingga saat ini, pembangunan lokal baru itu juga belum sempurna.
Bagian atap kelas belum berplafon. Pintu penutup masing-masing kelas juga belum ada. Tiga kelas itu hanya dibatasi tembok. Akibatnya, suara siswa yang belajar pun terdengar di ruang kelas lain.
''Ini juga belum ada bangku,'' imbuhnya.
Saat hujan, ruang kelas harus dibersihkan lebih dahulu dari air hujan yang menerobos masuk. Kamar mandi yang tersedia juga masih satu unit. Sebagian siswa terpaksa menggunakan ponten yang tidak jauh dari lokasi jika sedang antre kamar mandi.
Sudarmadji mengungkapkan, sejak ada ruang kelas baru, satu ruangan di bangunan lama digunakan untuk ruang guru. Lima ruangan lainnya digunakan untuk ruang kelas. ''Jadi, kelas I dan kelas II sekarang masih gantian masuknya,'' jelasnya.
Menurut dia, sekolah yang punya 135 siswa itu tetap dipertahankan untuk memfasilitasi para siswa dari keluarga menengah ke bawah di sekitar setren Kali Surabaya. Meski swasta, sekolah tidak menarik biaya SPP. ''Kami gratis. Dibantu dana bopda (bantuan operasional pendidikan daerah), BOS, dan yayasan. Mudah-mudahan untuk bangku bisa segera ada jalan keluar,'' katanya.(puj/c5/fat/flo/jpnn).