MJTI Minta Pemerintah Evaluasi Biaya Administrasi Transaksi Uang Elektronik
jpnn.com, JAKARTA - Masyarakat Jalan Tol Indonesia (MJTI) meminta pemerintah mengkaji ulang beban biaya administrasi transaksi (merchant discount rate/MDR) sebesar 0,5 persen dalam proses transaksi uang elektronik di jalan tol.
“Ini kebijakan yang tidak berdasar dan kontraproduktif dengan pembangunan. Harus segera dievaluasi untuk direvisi,” kata ketua MJTI Untung Kurniadi dalam sebuah webinar “Membangun Konektivitas Transportasi Indonesia” di Jakarta, Rabu (31/3).
Untung menyadari pembangunan jalan tol bukan hal mudah, karena selain harus didukung oleh modal yang besar juga pengembalian investasinya pun relatif panjang.
Namun, dengan penerapan tarif MDR tersebut, kata dia, akan berdampak pada masuknya biaya tersebut ke dalam investasi Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) yang akhirnya dibebankan kepada masyarakat.
Untung berharap, Keputusan Deputi Gubernur BI Nomor 23/1/KEP.DpG/2021 tentang penetapan skema harga merchant discount rate (MDR) dalam pemrosesan transaksi uang elektronik berbasis cip (chip based) untuk reguler sebesar 0,5 persen itu dapat direvisi.
“Kebijakan ini tidak pro pembangunan dan tidak mendukung kebijakan pemerintah dalam menerapkan sistem tol nirsentuh di seluruh Indonesia,” kata Untung yang juga Ketua Keluarga Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Universitas Gadjah Mada (KMMIHUGM) Jakarta 2019-2020.
Sebagai informasi, peraturan tentang biaya administrasi proses transaksi uang elektronik di jalan tol telah diteken Deputi Gubernur BI Sugeng pada 19 Februari 2021.
Peraturan tersebut sudah mulai diberlakukan pada 1 Maret 2021.