Mochamad Ariyo Farid Zidni, Pendongeng dari Bencana ke Bencana
Terkesan Surat Anak Aceh, Terapi Bocah Trauma HujanMinggu, 05 September 2010 – 13:13 WIB
Ariyo menilai, anak-anak di satu lingkungan memiliki karakter dan harapan yang berbeda-beda. Misalnya, mendongeng di rumah sakit tentu berbeda dengan mendongeng di hadapan anak-anak pinggir jalan. Mendongeng kepada anak-anak sakit pun sebaiknya tidak perlu lama, cukup 15 menit hingga 20 menit untuk dua buah cerita. ''Pendongeng tidak perlu menganggap mereka sedang sakit, supaya mereka termotivasi,'' jelasnya.
Berbagai pengalaman mendongeng itu kemudian membawa Ariyo ke pengalaman yang lebih jauh. Terhitung sejak musibah bencana tsunami Aceh, Ariyo selalu dimintai bantuan untuk menghibur anak-anak korban gempa. Setelah Aceh, Ariyo diundang untuk menghibur anak-anak korban gempa di Jogja, Bengkulu, Padang, Pangandaran, dan Tasikmalaya. Ariyo diminta untuk mendongeng kepada anak-anak sebagai trauma healing pascabencana alam. ''Saya banyak mendapat kesan berharga dari situ,'' kenangnya.
Salah satu yang paling berkesan adalah pascabencana tsunami Aceh Desember 2004. Seorang anak korban bencana itu mengirimi surat kepada Ariyo. Tulisannya jelek, butuh waktu dua jam bagi Ariyo untuk membaca pesan si anak. Setelah dibaca serius, ternyata isinya, ''Abang kelinci, jangan lupa kasih wortelnya ya.''