Modal Bank Indonesia Terancam Susut
Pungutan Pajak terhadap Bank Sentral Bukti Depkeu PanikSenin, 21 Juli 2008 – 10:46 WIB
‘’BI bukan BUMN. Juga bukan lembaga profit oriented. Fungsi BI adalah lender of the last resort (penjamin likuiditas terakhir perbankan). Jadi, sangat tidak wajar jika harus dikenai pajak,’’ terang komisaris independen Bank Rakyat Indonesia (BRI) Aviliani.
‘’Meski independen, BI kan institusi yang juga mewakili pemerintah. Kalau sesama instrumen pemerintahan mempunyai program sendiri-sendiri, menurut saya tidak wajar,’’ papar Avi yang tercatat sebagai peneliti senior INDEF ini. Apalagi, tambahnya, anggaran kebijakan BI hingga kuartal I-2008 masih defisit sebesar Rp4,570 triliun.
Memang, hingga kuartal I-2008 realisasi anggaran kebijakan Bank Indonesia BI hingga kuartal I-2008 mengalami defisit sebesar Rp4,570 triliun atau 15,34 persen dari anggaran tahunan BI 2008. Sedangkan realisasi anggaran operasional BI mengalami surplus Rp 6,796 triliun atau 31,22 persen.
‘’Kalau BI dipaksa dikenai pajak, modal BI akan susut. Bisa tergerus,’’ tukasnya. Dalam konteks keuangan negara, imbuh Avi, tidak tepat BI yang sebagai badan hukum publik dikenakan pajak. Wanita berparas ayu ini menjelaskan, hakikat pajak adalah iuran dari sektor swasta ke sektor publik yaitu Negara. ‘’Sehingga apabila BI sebagai badan hukum publik dikenakan pajak, hanya merupakan perpindahan dari kantong yang satu ke kantong yang lain. Apa gunanya?’’ tanyanya.
Avi juga berpendapat, pengenaan pajak terhadap BI adalah bentuk kepanikan pemerintah atau Depkeu. Sebab, pemerintah memperkirakan penerimaan pajak penghasilan (PPh) sektor nonmigas pada semester II/ 2008 akan hilang sebesar Rp3,99 triliun.
Laporan Realisasi Semester I dan Prognosa Semester II APBN-P 2008 yang dilansir Depkeu menyebutkan, perkiraan kehilangan pajak tersebut akibat turunnya penerimaan PPh nonmigas pasal 25 dan 29 badan. Khususnya yang berasal dari sektor perbankan akibat pendapatan bunga yang merosot.