Moncong Senjata Sudah Mengarah, Batal Ditembak karena Bisa Berbahasa Belanda
jpnn.com - LOUISA Magdelana Gandhi Lapian tertawa saat ditanya gelar pahlawan ayahnya, sang pejuang Bernard Wilhem Lapian. Bernard baru saja mendapatkan gelar itu dari pemerintah yang diserahkan Presiden Joko Widodo pada Louisa sebagai ahli waris di Istana Negara, Jakarta, Kamis (5/11).
Mengapa wanita berusia 80 tahun itu tertawa saat ditanya soal gelar itu. Terharu, Louisa teringat perkataan ayahnya yang selalu bercanda setiap kali mendapat penghargaan dari pemerintah.
“Beliau sering dapat penghargaan. Dia katakan penghargaan ini untuk teman-teman seperjuangan. Jadi bukan untuk anaknya. Karena anaknya cuma makan-makan ha..ha..ha.. Kalau dalam bahasa Manado beliau katakan 'ei ini bukan for ngana ya' Dia selalu tekankan itu. Penghargaan itu untuk semua teman-temannya,” ujar Louisa tersenyum.
Louisa menuturkan, Bernard berjuang untuk kemerdekaan bukan dengan senjata bambu runcing dan berperang seperti pahlawan lainnya. Semasa bekerja di Batavia, pria asal Kawangkoan Minahasa Sulawesi Utara itu adalah seorang jurnalis di surat kabar Pangkal Kemadjoean.
Surat kabar itu menunjukkan sikap nasionalis untuk membebaskan warga Indonesia dari kolonialisme. Pada tahun 1924-1928 Bernard mendirikan surat kabar Fadjar Kemadjoean.
Ayah enam anak itu juga mendirikan surat kabar Semangat Hidoep di kampung halamannya. Isi surat kabar itu mengobarkan perlawanan terhadap propaganda kolonial yang mengajak masyarakat Minahasa loyal pada Belanda.
Louisa berusaha mengingat-ingat lagi perjuangan ayahnya kala itu. Ia mengaku, ayahnya juga berjuang lewat agama. Sebagai penganut Kristen yang sangat religius, Bernard mendirikan gereja nasionalis yang pertama di kampung halamannya dan menjadi anggota Dewan Minahasa.
Saat itu diperjuangkan pembangunan fasilitas publik, infrastruktur dan rumah sakit untuk masyarakat. Ia kemudian diangkat menjadi Sekretaris Kerapatan Gereja Protestan Minahasa (KGPM).