Moratorium Pengiriman PMI Oleh Pemda: Antara Pembangkangan dan Jalan Perubahan
jpnn.com - Oleh: Antonius Doni Dihen
Pemerhati Ketenagakerjaan
Pembangkangan sebagai Fenomena
Kita tidak membutuhkan waktu lama dan diskusi panjang untuk menemukan pengetahuan bahwa kewenangan melakukan moratorium (penghentian sementara) penempatan pekerja migran Indonesia ke suatu negara di luar negeri, menurut peraturan perundang-undangan yang kini berlaku, adalah kewenangan Pemerintah Pusat, yang dijalankan oleh Menteri, dalam hal ini menteri yang menangani urusan ketenagakerjaan. Pengaturan mengenai kewenangan itu sudah jelas dalam Pasal 32 UU No. 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.
Kita juga tidak membutuhkan waktu lama dan diskusi panjang untuk mendapatkan pengetahuan UMUM mengenai pertimbangan-pertimbangan yang dijadikan dasar dalam penetapan moratorium penempatan tenaga kerja ke suatu negara, MENURUT UNDANG-UNDANG YANG BERLAKU.
Pada pasal yang sama, yakni Pasal 32 UU No. 18 Tahun 2017 disebutkan empat pertimbangan, yakni keamanan, perlindungan hak asasi manusia, pemerataan kesempatan kerja, dan/atau kepentingan ketersediaan tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan nasional. Tidak dijelaskan situasi keamanan seperti apa, tingkat pelanggaran hak asasi manusia seperti apa, atau kebutuhan pemerataan kesempatan kerja seperti apa yang boleh dijadikan dasar bagi suatu keputusan moratorium. Dalam kenyataan, tekanan publik yang mengamplifikasi salah satu alasan itu dapat lebih merupakan faktor pertimbangan dalam keputusan moratorium.
Soal kita adalah menjelaskan keputusan moratorium yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah yang terjadi di beberapa tempat di Indonesia dalam suatu perspektif yang tepat, walau mungkin pengambil kebijakan di Daerah melakukannya tanpa perspektif tertentu, hanya karena galau menghadapi persoalan yang sulit diurai dan dijelaskan.
Saya sendiri menganggap keputusan moratorium oleh Pemda merupakan pembangkangan yang “fenomena”, yang dapat dijadikan pemicu untuk mengidentifikasi dan mengirim rumusan persoalan ke atas, dan selanjutnya menjadi titik pijak untuk membongkar suatu sistem yang kandungan potensi persoalannya besar tapi terus dipromosikan sebagai sistem yang baik.