MS Kaban Minta MPR Gelar Sidang Istimewa untuk Mengadili Jokowi, Refly Harun Bereaksi Begini
jpnn.com, JAKARTA - Pakar hukum tata negara Refly Harun mengomentari pernyataan mantan politikus Partai Bulan Bintang (PBB) MS Kaban yang meminta MPR RI segera menggelar sidang istimewa untuk mengadili Presiden Joko Widodo.
Kaban menilai pemerintah telah gagal menangani pandemi Covid-19. Dia menyebut kondisi ini terbukti dari perbedaan adanya pendapat antara menteri dan presiden.
"Aspirasi yang disampaikan harus dihormati," kata Refly dalam akunnya di media sosial YouTube, Selasa (20/7).
Refly menjelaskan dari sisi hukum tata negara ketika konstitusi (UUD 1945) diamendemen MPR RI mulai 1999 hingga 2002, paradigma kelembagaan negara telah berubah. MPR tidak lagi menjadi lembaga tertinggi negara, tetapi sejajar dengan lembaga negara lainnya.
"Jadi, posisinya sederajat, MPR, presiden dan wakil presiden, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, DPD RI, semuanya sama posisinya tidak ada atas bawah," kata Refly.
Hanya ada check and balance yaitu pada Pasal 7A dan 7B UUD 1945 tentang impeachment. Sehingga, lanjutnya, kalau ingin memberhentikan seorang presiden atau wakil presiden maka yang perlu ditempuh dengan mengaktifkan pasal 7A.
"Yaitu, apabila presiden dan wakil presiden secara jasmani tidak mampu menjalankan tugasnya atau melakukan pelanggaran hukum atau melakukan perbuatan tercela. Jadi tetap harus ada mekanisme konstitusionalnya," jelasnya.
Untuk menghadapkan presiden dalam sidang istimewa MPR yang perlu dilakukan adalah dengan membahasnya melalui forum DPR. Dari ini kemudian bergulir ke MK lantas dikembalikan lagi kepada DPR.