Muhammad Ali, Petinju yang Belum Bisa Disamai
Oleh: Syamsul Anwar*jpnn.com - MENYENGAT seperti lebah. Menari seperti kupu-kupu. Itulah perumpamaan buat Muhammad Ali, sang legenda ring tinju dunia yang kemarin (4/6) menutup mata untuk selamanya.
Ali mulai memukau tinju dunia ketika merebut gelar juara dunia kelas berat dari tangan Sonny Liston. Ketika itu Ali ditempatkan sebagai underdog. Dunia terkejut dengan gaya bertinju Ali yang dapat meredam dan mementahkan hampir semua serangan Liston dalam duel pada Februari 1964 tersebut.
Ali melompat-lompat ringan, seperti kupu-kupu, menjauhi Liston yang mengejar dan hendak memukulnya. Seberapa jarak menekan Liston, sebegitu jauh Ali mundur menghindar dengan enteng. ”Catch me if you can,” katanya kepada Liston ketika itu.
Pukulan keras Liston tak mengena. Sebaliknya, Ali melepaskan pukulan balasan yang menyengat. Pukulan Ali sesekali mengenai bagian mata Liston dan membuat pelupuk matanya membengkak.
Sesekali pula pukulan balasan tersebut membentur bahu kiri Liston. Efeknya, tangan kiri Liston jadi tak dapat berfungsi baik. Liston akhirnya menyerah pada awal ronde ke-7 karena tak dapat lagi mengangkat tangan kiri. Ali menjadi juara dunia untuk kali pertama.
Kondisi pertandingan di atas adalah salah satu bukti kecerdikan Ali sebagai seorang petinju. Petarung yang lahir dengan nama Cassius Marcellus Clay Jr pada 17 Januari 1942 itu kembali sukses mempecundangi Liston dalam duel kedua sekitar setahun setelah yang pertama.
Ali meng-KO Liston di ronde pertama dengan pukulan uppercut kanan yang amat cepat. Ali dengan psywar-nya yang kental membuyarkan konsentrasi Liston dan membuatnya marah. Perang mental itu dilakukan Ali, sebelum ataupun ketika sedang bertanding, memang untuk membuat lawan marah dan kehilangan konsentrasi.
Prinsip utama dalam bertinju adalah pandai memukul dan pandai menghindar. Sebab, sehebat apa pun kekuatan pukulan, selalu ada batasnya. Dengan pandai menghindari pukulan, lawan jadi frustrasi dan kehilangan tenaga.