Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

MUI Nilai Kesimpulan Survei LSI Ini Menyesatkan

Jumat, 17 November 2017 – 07:05 WIB
MUI Nilai Kesimpulan Survei LSI Ini Menyesatkan - JPNN.COM
Majelis Ulama Indonesia. Foto: MUI

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Zainut Tauhid Sa'adi menganggap hasil survei dari Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang dilakukan 16-22 Agustus lalu, menyesatkan. Pasalnya, hasil survei tersebut menyimpulkan bahwa tingginya tingkat religiositas warga tak berdampak signifikan terhadap praktik korupsi dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut Zainut, penelitian tersebut bisa menyesatkan karena metode penelitian dengan menggunakan pendekatan kuantitatif tidak bisa menggambarkan secara detail serta objektif. Sebab religiositas mempunyai beragam dimensi yang tidak bisa dilakukan oleh metode tersebut.

"Hanya ranah rasionalitas saja. Sedang agama menyangkut juga aspek hati atau rohani,” ujar Zainut, Kamis (16/11).

Untuk diketahui survei LSI digelar tanggal 16-22 Agustus 2017 dengan jumlah sampel 1.540 responden dari seluruh Indonesia. Populasi survei adalah yang memiliki hak pilih atau berusia 17 tahun. Metode yang digunakan adalah multistage random sampling dengan margin of error sebesar +/- 2,6 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.

Ukuran religiositas seseorang, lanjutnya, tidak bisa diukur hanya dengan menjawab kuesioner, berdasarkan pada anggapan-anggapan (asumsi). Karena asumsi seringkali tidak sesuai dengan realitas yang terjadi atau menyimpang jauh dari kenyataan, jadi bisa menyesatkan kesimpulannya.

Kedua, hasil penelitian tersebut secara simplistis menggambarkan bahwa terjadi karena tingkat religiositas itu tidak dibarengi dengan tingkat keilmuan dan keimanan seseorang terhadap ajaran agama.

"Mereka yang dalam perilaku sehari-hari saleh, tapi pondasi keilmuan dan keimanan kurang kuat akan mudah goyah oleh keadaan dan sistem yang bobrok," ucapnya.

Seperti diketahui, perilaku korupsi di Indonesia sudah menggurita dan tersistem dengan massif. Sehingga orang dalam melakukan praktik korupsi lebih cenderung karena terpaksa oleh sistem koruptif yang ada tanpa ada pilihan lain.

Penelitian tersebut bisa menyesatkan karena metode penelitian dengan menggunakan pendekatan kuantitatif tidak bisa menggambarkan secara detail serta objektif.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News