Munas Bali dan Jakarta Didorong Bentuk Golkar Putih
jpnn.com - JAKARTA – Koordinator Forum Silaturahmi Daerah Partai Golkar, Taufiq Hidayat menyatakan saat ini sebetulnya terjadi kekosongan kepemimpinan di internal Partai Golkar. Putusan Mahkamah Agung (MA), tidak mengesahkan Munas Bali maupun Jakarta.
Sayangnya, menurut Taufiq, kekosongan kepemimpinan ini diklaim pihak Bali sebagai yang paling berhak memimpin Golkar.
“Parahnya, pihak Bali ini enggan menyelenggarakan Munas di 2015. Mereka menjalankan Partai Golkar seenaknya sendiri dengan hanya mengutamakan hegemoni uang, dan tanpa ada demokrasi,” kata Taufiq Hidayat dalam diskusi “Menemukan Momentum Kebangkitan Partai Golkar', diselenggarakan Forum Silaturahmi Daerah, di DPP Partai Golkar Jakarta, Jumat (20/11).
Menyikapi hal tersebut lanjutnya, perlu ada gerakan 'Golkar Putih', yakni Golkar yang jujur, dan demokratis. “Golkar Putih ini harus didorong dengan menggandeng pihak Bali maupun Jakarta untuk menggelar Munas di 2015,” sarannya.
Ketua DPP Partai Golkar ini menyatakan Partai Golkar sebetulnya partai yang paling pertama terbebas dari kharisma pemimpinnya. Karena itu sebetulnya pekerjaan rumah Partai Golkar sederhana, tinggal menyusun sistem kelembagaan yang lebih demokratis.
Sayangnya, ujar dia, kultus individu terjadi lagi di Partai Golkar di era kepemimpinan Aburizal Bakrie (ARB). Kultus individu pun bertambah parah dengan berjalannya roda organisasi tanpa demokrasi.
Keputusan organisasi kerap diambil tanpa jalan demokratis. Bahkan rekruitmen politik terjadi tidak normal, dan selalu menggunakan uang.
“Apapun, selalu hegemoni uang. Golkar harus dilepaskan dari pengaruh ini. Kepemimpinan ARB itu kepemimpinan yang gagal. Ironisnya, terpilih lagi secara aklamasi. Ini memperlihatkan, kekuatan uang yang bekerja selama ini. Coba bayangkan di mana logikanya, pemimpin yang gagal, masih terpilih secara aklamasi kalau bukan dengan kekuatan uang," tegas Taufiq.