Mundur Jelang Pilkada, Harus Disebut Petahana
jpnn.com - JAKARTA – Ketua Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Jimly Asshidiqqie mengatakan, aturan main pelaksanaan pemilihan kepala daerah telah ditetapkan. Karena itu tidak mungkin diubah dalam waktu dekat, hanya karena terdapat sejumlah kepala daerah yang mengundurkan diri demi memuluskan anggota keluarganya ikut nyalon.
“Enggak bisa lagi dimasukkan (aturan membatasi kepala daerah mengundurkan diri,red). Kecuali diubah dulu undang-undangnya itu. Tapi ya namanya aturan, buatan manusia. Selalu saja ada celah-celah untuk para penikmat kekuasaan mengakalinya. Ini kan baru tahu belakangan, ternyata bisa diakali mengundurkan diri supaya keluarganya punya kesempatan,” kata Jimly, Jumat (26/6).
Menurut Jimly, aturan main tidak mungkin diubah, karena saat ini tahapan pilkada telah mulai bergulir sejak 17 April lalu. Selain itu, aturan main juga ditetapkan KPU setelah mendapat pertimbangan dari DPR dan pemerintah.
“Jadi sesuai undang-undang. Bahwa kalau tidak lagi menjabat, kan susah juga disebut incumbent atau petahana. Tapi berhentinya itu kan KPU sudah menegaskan, harus dibuktikan dengan SK dari pemerintah,” ujar Jimly.
Meski tak mungkin diubah, Jimly menilai kasus mundurnya kepala daerah menjelang pilkada, perlu menjadi bahan pertimbangan untuk perbaikan ke depan.
“Lain kali perlu ditegaskan, yang mengundurkan diri pun masih tetap dianggap incumbent. Tapi itu harus diatur dalam undang-undang,” ujarnya.
Saat ditanya apa mungkin dalam aturan nantinya juga diatur kepala daerah tidak boleh mengundurkan diri menjelang pilkada, kecuali berhalangan tetap, Jimly mengaku sangat setuju.
“Iya betul, tapi enggak bisa sekarang kan. Pilkada sudah di depan mata. Kan sudah dibuat aturan mainnya, sudah keluar. Nah sekarang semua pihak sudah ikut main. Masa tiba-tiba harus diubah lagi,” katanya.(gir/jpnn)