Myanmar Dilanda Krisis Politik, Bangladesh Masih Saja Bicara soal Pemulangan Muslim Rohingya
jpnn.com, DHAKA - Bangladesh tampaknya tidak peduli siapa yang jadi pemimpin di negara tetangga, Myanmar. Bagi Dhaka, yang terpenting adalah para pengungsi Rohingya segera angkat kaki dan kembali ke Myanmar.
Hal itu terlihat jelas dari respons pemerintah Bangladesh terhadap kudeta yang dilancarkan militer Myanmar, Senin (1/2). Sedikit menyinggung soal perdamaian, Bangladesh lebih banyak bicara soal program repatriasi Rohingya yang sempat terhenti.
"Kami gigih dalam mengembangkan hubungan yang saling menguntungkan dengan Myanmar dan telah bekerja dengan Myanmar untuk pemulangan secara sukarela, aman, dan berkelanjutan dari warga Rohingya yang berlindung di Bangladesh," kata Kementerian Luar Negeri Bangladesh dalam sebuah pernyataan kepada Reuters.
Bangladesh yang berpenduduk mayoritas Muslim telah melindungi 1 juta pengungsi Rohingya yang melarikan diri dari kekerasan di Myanmar, yang warganya mayoritas beragama Buddha, di mana sebagian besar dari mereka tidak diberi kewarganegaraan.
Proses repatriasi yang didukung PBB telah gagal dijalankan meskipun ada banyak upaya dari Bangladesh, yang kini telah mulai mengirim beberapa pengungsi ke pulau terpencil di Teluk Benggala.
"Kami berharap proses ini terus berlanjut dengan sungguh-sungguh," ujar Kementerian luar Negeri Bangladesh.
Militer Myanmar merebut kekuasaan pada Senin dalam kudeta melawan pemerintahan Aung San Suu Kyi, yang terpilih secara demokratis. Suu Kyi ditahan bersama dengan para pemimpin lain dari partai Liga Nasional untuk Demokrasi dalam penggerebekan pada Senin dini hari.
"Kami berharap proses demokrasi dan pengaturan konstitusional akan ditegakkan di Myanmar. Sebagai tetangga dekat dan ramah, kami ingin melihat perdamaian dan stabilitas di Myanmar," ujar kementerian tersebut.