Napi Kesaksian Palsu Difasilitasi Pansus Angket KPK, Silakan Publik Menilainya
jpnn.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membantah semua tudingan Muhtar Effendi yang dikenal sebagai orang dekat mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar.
Komisi antirasuah itu justru heran dengan langkah Panitia Khusus Angket KPK (Pansus Angket KPK) bentukan DPR yang meminta keterangan mantan terpidana perkara kesaksian palsu itu.
“Ketika Pansus Angket KPK mendengarkan sesorang yang sudah menjadi terpidana dalam kasus pemberian keterangan tidak benar, saya kira publik bisa menilai hal tersebut,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di kantornya, Rabu (26/7) malam.
Namun, kata Febri, beberapa informasi yang disampaikan Muhtar di hadapan Pansus Angket KPK perlu diklarifikasi. Misalnya, soal penyitaan harta Muhtar.
Febri mengatakan, kasus suap sengketa pilkada bukan hanya menjerat Akil dan Muhtar, tapi juga melibatkan banyak pihak. Karena itu, cakupan dimensi dalam kasus tersebut melibatkan banyak pihak dan perkara.
“Bahkan, sampai saat ini kasus tersebut masih berjalan, seperti ME (Muhtar Effendi, red) yang masih berstatus tersangka suap kepada Akil. Sehingga barang bukti masih digunakan untuk sejumlah perkara,” paparnya.
Febri menegaskan, jika ada pihak-pihak yang keberatan dalam proses penyitaan, pengembalian aset atau hal lainnya, sebaiknya menempuh jalur hukum menggugat KPK. “Itu akan lebih baik,” katanya.
Menurut Febri, fakta-fakta hukum terkait Muhtar sudah diuji dan selesai di persidangan. Bahkan, vonisnya sudah berkekuatan hukum tetap.
“Kami ingatkan kembali ME sudah dipidana keterangan tidak benar dalam persidangan terkait kasus suap Akil,” paparnya.
Dia pun membantah, tudingan istri Muhtar yang menyebut ada jaksa KPK meminta 20 persen dari nilai aset sitaan. Febri mengatakan, secara hukum itu tidak memungkinkan. Sebab, tidak ada dasar hukum yang mengatur pembagian apakah itu untuk penyidik, jaksa atau institusi.
“Hukum kita hanya mengenal bagian dari pelapor yang sudah diatur mulai dari UU sampai peraturan lainnya. Ada bagian tertentu meskipun dari aspek implementasi perlu dilihat bagaimana efektivitasnya,” paparnya.
Dia mengatakan, tudingan-tudingan seperti ini sering disampaikan orang-orang tertentu. Tapi, setelah dicek KPK ternyata tidak pernah benar dan tak terbukti. “Tidak ada pembagian seperti itu (20 persen),” ujarnya.
Febri justru mengingatkan bahwa proses hukum terhadap Muhtar masih berjalan. Karena itu, katanya, pihak-pihak lain agar tidak melakukan perbuatan yang menghambat proses penanganan kasus di KPK karena bisa diancam pidana minimal tiga tahun maksimal 12 tahun seperti yang diatur dalam pasal 21 KUHP.
“Sudah banyak pihak yang diproses karena upaya menghalangi,” tuntasnya.(boy/jpnn)