Nasi Bungkus
Oleh: Dahlan IskanSemua menu ada di layar elektronik. Tinggal klik yang dipilih. Layar itu terhubung ke dapur. Untuk dibuatkan nasi bungkusnya. Lalu diikat dengan karet gelang.
Bungkusnya pun sama dengan di warteg. Bagian dalamnya daun pisang. Luarnya kertas cokelat yang di-coating itu. Nasi bungkus itu lantas ditaruh di piring sekali pakai. Selesai makan tinggal buang ke tempat sampah. Praktis. Murah. Khas Indonesia.
Dari mana dapat daun pisang?
"Dari Vietnam. Harganya lebih murah," ujar William. Daun pisang itu dijual di Australia. Sudah dipotong-potong menjadi segi empat.
Rasanya itu bukan soal murah dan mahal. Itu sepenuhnya soal penguasaan jaringan distribusi. Masakan Vietnam sudah begitu memasyarakat di Australia.
Jaringan distribusinya terbentuk dengan sempurna. Daun pisang itu tinggal numpang saja di jaringan yang sudah terbentuk.
Jaringan masakan Indonesia itulah yang belum terbentuk. Harus ada pemicunya. Pemicu masakan Vietnam adalah perang Vietnam. Yang membuat begitu banyak pengungsi Vietnam di mana-mana. Sekalian membawa budaya mereka. Termasuk makanannya.
Tetapi Thailand tidak pernah perang. Tidak punya pengungsi. Toh tomyamkum dan pad thai ada di mana-mana.