Nasib Striker Lokal Liga Indonesia di Mata Kurniawan Dwi Yulianto
jpnn.com - MASIH ingat dengan nama Kurniawan Dwi Yulianto? Mantan bomber timnas kelahiran Magelang 13 Juli 1976 ini pernah menjadi momok buat bek di Tanah Air maupun di level Asia.
Dalam sebuah obrolan ringan dengan JPNN, Kurniawan bicara soal timbul tenggelamnya striker lokal di pentas sepak bola nasional saat ini.
Menurutnya, ada beberapa faktor yang menyebabkan penyerang lokal tenggelam dengan performa striker impor. Mulai dari formasi, sampai keberanian klub menampilkan pemain muda.
Saat ini, papan topskor masih dikuasai oleh para pemain asing. Lihat saja bagaimana Marcel Sacramento mampu mengoleksi 16 gol, Beto Goncalves dan Pablo Rodrigues 14 gol. Sementara striker lokal hanya dikuasai pemain senior seperti Boaz Salossa, Ferdinand Sinaga dan striker gaek naturalisasi, Cristian Gonzales.
Kondisi ini menurut pemain yang akrab disapa Kurus tersebut, karena klub-klub memilih memainkan formasi striker tunggal, kesempatan striker lokal untuk tampil dan menyerap ilmu pemain asing yang biasanya di posisi striker, menjadi hilang.
"Kebanyakan klub sekarang lebih sering memakai skema 4-3-3 atau 4-2-3-1 yang akhirnya hanya memakai satu ujung tombak. Kalau jatah itu di ambil pemain asing tentu jam terbang pemain kita jadi berkurang," ucapnya.
Di era Kurniawan, kebanyakan klub memakai formasi dua striker di depan. Dengan begitu, ada kolaborasi striker lokal dan asing, sehingga performa striker lokal terangkat. Tapi, seiring perkembangan sepak bola itu berubah.
Di sisi lain, keberanian klub memainkan striker muda lokal, tidak ada sama sekali. Keinginan klub melahirkan striker lokal yang tajam, terhalang dengan target klub untuk meraih hasil positif dan meraih posisi terbaik di liga.