New Normal di Indonesia: Kasus Penularan Naik, Tes Corona Jadi Ladang Bisnis
Masa transisi kelaziman baru atau 'new normal' diterapkan akhir Mei 2020 sebagai langkah pelonggaran aktivitas warga, setelah tiga bulan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) diberlakukan untuk menekan penularan COVID-19 di Indonesia.
Keputusan menerapkan 'new normal' diambil pemerintah untuk memutar kembali roda ekonomi meski pandemi belum berakhir.
Sebelum diberlakukan, Presiden Joko Widodo mengatakan masyarakat perlu berdamai dan hidup berdampingan dengan COVID-19.
"Sampai ditemukannya vaksin yang efektif, kita harus hidup berdamai dengan COVID-19 untuk beberapa waktu ke depan," kata Presiden Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (07/05).
Padahal, saat itu Indonesia belum memenuhi syarat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam menghadapi ancaman virus corona.
Baca juga artikel terkait:
- Angka kematian di Indonesia sudah lebih dari 10 ribu jika dihitung berdasarkan pedoman WHO
- Pemerintah Indonesia dianggap menggunakan pendekatan militeristik dalam menangani virus corona
- Alasan tingginya kematian tenaga kesehatan di Indonesia di tengah pandemi virus corona
Salah satunya adalah melakukan tes 'polymerase chain reaction', atau PCR, sebanyak satu orang per 1.000 penduduk setiap pekannya, serta jumlah temuan kasus dari tes corona tidak melebihi lima persen.
Beberapa bulan setelah memasuki masa kelaziman baru, muncul pula klaster penularan baru.