Nilai Tukar Nelayan Tangkap Melambung di Era Jokowi
jpnn.com, JAKARTA - Sebagai negara maritim, batapa ironis kalau peranan sektor perikanan di Indonesia sangat kecil. Namun dengan komitmen tinggi menjaga kedaulatan tumpah darah Indonesia dan penegakan hukum tanpa pandang bulu, peranan sektor perikanan lambat laun tapi pasti terus meningkat.
Karena itu, pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla berusaha melakukan sebuah gebrakan untuk menjaga maritimnya.
Pengamat ekonomi dan juga akademisi senior Universitas Indonesia Faisal Basri mengatakan, selama belasan tahun saldo perdagangan (ekspor minus impor) ikan Indonesia lebih rendah dari Thailand dan Vietnam. Gencarnya tindakan peneggelaman kapal asing ilegal, yang tampaknya cukup efektif menimbulkan efek jera, memberikan hasil nyata.
"Pada tahun 2015, surplus perdagangan ikan Indonesia menjadi yang tertinggi di ASEAN. Padahal, pada tahun yang sama, Indonesia terus mengalami defisit pangan, dan defisit itu meningkat pada 2016," ucap Faisal dalam keterangannya, Senin (10/7).
Selain itu, menurut dia, kebijakan pemerintah melarang penggunaan alat tangkap ikan yang tidak ramah lingkungan. Membuat keuntungan sendiri bagi para nelayan kecil.
"Nelayan-nelayan kecil lebih mudah menangkap ikan. Ikan yang mereka tangkap lebih dekat dari pantai dan ukurannya lebih besar. Yang lebih penting lagi, kesejahteraan petani cenderung meningkat. Salah satu indikator peningkatan kesejahteraan nelayan perikanan tangkap adalah nilai tukarnya, yaitu perbandingan harga hasil tangkapan dengan harga berbagai kebutuhan yang dibeli oleh nelayan," jelas Faisal.
Karena itu, masih kata dia, di era pemerintahan Jokowi nilai tukar nelayan perikanan tangkap menunjukkan tren peningkatan yang berkelanjutan. Lebih cepat dibandingkan dengan nilai tukar nelayan secara keseluruhan.
Jika visi maritim Presiden Jokowi dilaksanakan secara konsisten, lanjut Faisal, sektor kelautan dan perikanan niscaya berpotensi memberikan sumbangan berarti bagi kemajuan bangsa.