Noordin M. Top, Putra Juragan Sawit yang Dikenal Santun (1)
Fasih Berbahasa Jawa, Gampang Curi SimpatiKamis, 13 Agustus 2009 – 06:46 WIB
Perempuan 52 tahun itu mengatakan, sejak Noordin distempel sebagai teroris, kakak terdekatnya itu mulai sakit-sakitan. Arif yang berusia sekitar 50 tahun itu juga jarang di rumah karena sehari-hari bekerja di perkebunan sawit. Dia pemilik kebun sawit dan guru mengaji. "Tapi, lebih baik saya tak banyak cakap tentang Pak Cik. Tak bagus lah buat saya," kata Aminah.
Meski sudah tinggal di Pontian puluhan tahun, Aminah mengaku tidak kenal Noordin secara dekat. Sebab, Noordin tinggal dan sekolah di Pontian hanya sampai tahun ketiga di pendidikan menengah atau setara SMP. Noordin disebut putus sekolah karena pendidikan menengah di Malaysia enam tahun. Dia melanjutkan ke sekolah agama di Johor Bahru yang menyediakan asrama. "Tapi, di akhir pekan dan liburan sekolah dia (Noordin) lebih sering di sini," katanya.
Noordin besar di lingkungan keluarga agamis. Mohammad Top, ayahnya, keturunan Melayu pemilik perkebunan sawit. Kehidupan sosial ekonominya yang mapan memungkinkan Noordin mendapatkan pendidikan layak. "Noordin lahir di Kluang, itu di rumah uwaknya (kakek, Red). Setelah itu baru pindah ke Pontian," kata Aminah.