NU Berperan Mengawal NKRI dan Islam Antiradikalisme
Dalam menyongsong satu abad usia NU, Kiai Said menegaskan bahwa jamiyyah ini harus mampu menghadapi tantangan, termasuk dunia yang bakal memasuki Revolusi Industri 5.0 ini, dunia dengan kekosongan sosial. Alhamdulillah NU punya prinsip hubbul Wathan minal iman (nasionalisme bagian dari iman). Jika tidak memiliki hal itu, bangsa Indonesia akan kehilangan jati dirinya, bahkan mengarah pada sekular dan liar.
"Semua itu dalam rangka memposisikan NU sebagai syuhada alannas (kelompok masyarakat yang siap bermanfaat bagi manusia)," tegas Kiai Said.
Oleh karena itu, Kiai Said menegaskan kembali bahwa NU harus percaya diri menghadapi revolusi industri global itu, tidak boleh minder. Sebab, lanjutnya, tantangan ke depan akan lebih berat lagi.
Kiai asal Cirebon itu juga menyampaikan kepada Presiden Jokowi bahwa pada 27 Februari hingga 1 Maret 2019 mendatang, NU akan menggelar Musyawarah Nasional dan Konferensi Besar di Pondok Pesantren Al-Azhar, Citangkolo, Banjar, Jawa Barat.
Kegiatan yang bakal dihadiri oleh 10.000 kiai ini akan memperkuat keputusan Muktamar Banjarmasin, yakni Indonesia sebagai darussalam (negara perdamaian), bukan darul Islam (negara Islam). Bahasan lainnya adalah monopoli perdagangan. Kiai Said meminta agar pemerintah harus berpihak kepada rakyat kecil. Sampah plastik juga akan dibahas pada kegiatan tersebut mengingat sudah menjadi ancaman kehidupan. Bahasan lainnya dalam Munas Konbes adalah memperkuat definisi Islam Nusantara secara akademis.
Kiai Said menegaskan bahwa keputusan Mjnas Konbes bukan fatwa. Hal itu hanya sebagai jawaban NU terhadap problem yang ada.
Konsolidasi ini dihadiri oleh Rais Syuriyah dan Ketua Tanfidziyah Pengurus Wilayah NU dan Pengurus Cabang NU se-Indonesia. Selain itu, hadir pula para kiai sepuh dan seluruh jajaran PBNU, serta badan otonom dan lembaga NU.(fri/jpnn)