Obama Perintahkan Gempur Sarang IS di Syria
Tak Libatkan Damaskus, Tuai Kritikjpnn.com - WASHINGTON - Kesabaran Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama, tampaknya, sudah habis dalam menghadapi ulah militan Negara Islam alias Islamic State (IS) yang dulu lebih dikenal sebagai ISIS atau ISIL.
Pada Rabu malam waktu setempat (10/9), pemimpin 53 tahun itu mendeklarasikan perang melawan militan.
Pada pidatonya, Obama menyebut kelompok radikal yang tumbuh dari Al Qaeda, Iraq, tersebut sebagai militan brutal. Bahkan, negara-negara Timur Tengah menyamakan IS dengan kaum barbar.
"Mereka mengeksekusi para sandera. Mereka membunuh anak-anak. Mereka memperbudak, memperkosa, dan menikahi paksa para perempuan," kata presiden keturunan Kenya itu.
Aksi brutal dan kesewenang-wenangan IS, menurut Obama, hanya bisa ditanggapi dengan satu cara. Yakni, aksi militer. Karena itu, Washington lantas memberikan lampu hijau kepada militer untuk melancarkan serangan udara atas Syria.
Sebelumnya, pasukan AS menggempur sarang-sarang IS di kawasan utara Iraq dari udara. Kini AS ganti menarget basis IS di Syria. "Tujuan kami jelas. Kami akan melemahkan dan akhirnya menumpas ISIL (nama lama IS) melalui strategi antiteror yang kontinu dan komprehensif,'" tegas Obama.
Dia menyatakan, pasukan AS tidak akan segan melancarkan aksi udara di Syria, sebagaimana yang telah dilakukan di Iraq. Sekali lagi, pemimpin Partai Demokrat tersebut mengantarkan militer AS pada sebuah pertempuran di mancanegara.
"Ada satu prinsip utama yang bakal selalu menjadi pedoman saya selama menjabat presiden. Yakni, jika Anda mengancam Amerika, Anda tidak akan bisa menemukan tempat yang aman untuk tinggal," papar suami Michelle LaVaughn Robinson alias Michelle Obama itu.
Selain mengizinkan militer AS melancarkan serangan udara atas Syria, Obama meloloskan program untuk melatih gerilyawan Syria.
Kemarin (11/9) seorang pejabat senior Gedung Putih menuturkan bahwa pidato Obama tentang serangan udara di Syria tersebut merupakan perintah bagi militer untuk melawan IS.
"Jelas militer AS segera beraksi di Syria. Kami tidak akan melayangkan serangan melalui telegraf," ujar pejabat yang namanya tidak mau disebutkan itu. Sayangnya, dia tidak mengungkap kapan serangan udara akan terjadi.
Selama 14 menit berpidato, Obama juga menjelaskan bahwa kali ini Washington tidak bakal menggunakan taktik antiteror, sebagaimana yang telah diterapkan di Afghanistan dan Iraq. Dia berjanji tidak melibatkan banyak serdadu dalam memerangi IS di Syria.
Dirinya pun mengimbau warga Negeri Paman Sam untuk tidak khawatir. Sebab, perang antiteror di Syria tidak akan berlangsung lama.
"Saya harap rakyat Amerika bisa mengerti bahwa aksi kita kali ini tidak seperti yang terjadi di Iraq dan Afghanistan. Pemerintah tidak bakal melibatkan pasukan darat dalam pertempuran di negeri asing kali ini," ungkap Obama.
Selain serangan udara, menurut dia, AS hanya akan mempersenjatai dan melatih pasukan setempat -gerilyawan Syria dan Peshmerga- untuk mampu menghadapi IS.
Obama mengungkapkan, aksi militer di Syria bakal mirip pertempuran yang AS terapkan di Somalia dan Yaman. Di dua negara Afrika itu, AS hanya melancarkan serangan udara dan drone alias aksi udara melalui pesawat tanpa awak atau pesawat siluman. Meski eksis di Somalia dan Yaman, pasukan AS hampir tidak pernah terlibat bentrokan langsung dengan militan dua negara.
Dalam pidato yang disiarkan stasiun televisi AS pada jam tayang utama tersebut, Obama juga berbicara tentang aksi lanjutan di Iraq. Menurut rencana, Washington kembali memberangkatkan pasukan ke Iraq.
Kali ini AS akan menugaskan 475 personel militer untuk melatih pasukan Iraq. Penambahan pasukan itu membuat jumlah tentara AS di Iraq menjadi 1.600 orang.
Meski tujuan aksi militer AS di Syria dan Iraq adalah melumpuhkan IS, yang juga menjadi musuh Damaskus, Obama menegaskan bahwa Washington tetap tidak akan bekerja sama dengan Presiden Bashar Al Assad. Menurut pria kelahiran Hawaii tersebut, Assad telah kehilangan legitimasi sebagai kepala negara. Tetapi, kebijakan Obama itu menuai protes kubu Assad.
Beberapa waktu lalu, Menteri Luar Negeri Syria Walid Al Moallem memperingatkan AS terkait dengan rumor aksi udara atas IS di Syria. Ketika itu sekutu Assad tersebut mengimbau Washington berkoordinasi dengan Damaskus sebelum mereka merencanakan serangan terhadap IS.