Oh, Angeline ...
jpnn.com - DENPASAR—Angeline lahir di tengah keluarga miskin di Banyuwangi, Jawa Timur. Dia hanya tiga hari diasuh bapak dan ibu kandungnya, Hamidi dan Rosida.
Lantaran tidak memiliki uang sedikit pun untuk membiayai kebutuhan hidup dan demi masa depan si buah hati, Hamidi dan Rosida menyerahkan Angeline yang masih berupa bayi mungil kepada suami istri yang bertempat tinggal di Denpasar, Bali.
Selanjutnya, Margareith dan suaminya yang berkewarganegaraan asing itu mendidik dan membesarkan Angeline bersama dua anak mereka, Cristina dan Ivon.
Angeline kemudian tumbuh menjadi bocah cantik di rumah Margareith di Jalan Sedap Malam, Denpasar. Wajahnya tirus dan rambutnya panjang sebahu. Sayang sekali, suratan takdir hidup Angeline tidak secantik parasnya.
Sejak ayah angkatnya meninggal, kehidupan Angeline berbalik 180 derajat. Bak cerita dongeng Cinderella, sejak itu, Angeline hidup dalam tekanan.
Menurut Agustinus yang bekerja di rumah Margareith, majikannya itu kerap memarahi Angeline. Setiap pagi Angeline juga mendapat tugas khusus dari ibu angkatnya, yaitu memberi makan ayam-ayam sebelum berangkat ke sekolah.
''Agus mengatakan ibu angkat Angeline sering memukul Angeline,'' ungkap aktivis perlindungan perempuan dan anak di Bali, Siti Supura, yang mengaku memperoleh keterangan dari tim penyidik Rabu (10/6)
Agustinus juga mengaku mendengar Margareith memanggil Angeline pada 16 Mei 2015. Selang 10 menit kemudian, Margareith berteriak menyebut-nyebut nama Angeline. Suaranya seperti meratapi dan menyesal luar biasa. ''Diduga, Angeline meninggal saat itu setelah disiksa dan dibunuh,'' ujar Siti, seperti dikutib Jawapos.com (induk JPNN).