OJK Janjikan Aturan Obligasi Daerah Klir Tahun Ini
jpnn.com - SURABAYA – Dalam aturan pasar modal, pemerintah daerah yang akan menawarkan obligasi harus diaudit lebih dulu oleh akuntan yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Laporan keuangan pemerintah daerah (pemda) diaudit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Padahal, BPK tidak terdaftar sebagai auditor yang berhak mengeluarkan pendapat tentang kesiapan emisi obligasi daerah di OJK.
’’Jadi, ini yang jalan keluarnya harus dicarikan. Apakah BPK dimungkinkan memberikan penugasan kepada akuntan yang terdaftar di OJK atau tetap BPK yang mengaudit laporan keuangan pemda dan lantas bisa digunakan untuk melakukan penawaran obligasi daerah,’’ papar Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Nurhaida.
Ketentuan tentang penerbitan obligasi daerah sudah tercantum dalam pasal 300 ayat (2) UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam UU tersebut dinyatakan bahwa kepala daerah dapat menerbitkan obligasi daerah untuk membiayai infrastruktur.
Namun, harus ada persetujuan DPRD dan menteri keuangan serta atas pertimbangan menteri dalam negeri.
Untuk mencari solusi tentang aturan yang belum sinkron itu, OJK masih berdiskusi dengan BPK, Kemenkeu, Kemendagri, pasar modal, dan pemerintah daerah. ’’Tahun ini diharapkan kita sudah mendapatkan solusi,’’ kata Nurhaida.
Penerbitan obligasi daerah minimal didasarkan pada kebutuhan dana Rp 1 miliar. Dana yang diperoleh harus disalurkan untuk pembangunan infrastruktur dan proyek-proyek yang mendatangkan pendapatan daerah. Misalnya, pembangunan jalan tol, rumah sakit, dan lapangan terbang.
Menurut Nurhaida, sejauh ini ada beberapa daerah yang menyatakan minat meski belum secara terbuka. Salah satunya adalah Jawa Timur. Daerah yang menyatakan secara terbuka siap menawarkan obligasi daerah sejauh ini baru Jawa Barat (Jabar).