Oleh-Oleh dari Perjalanan ke Papua (1)
Kamarnya Sama Mahal dengan Hotel Bintang Lima di JakartaSenin, 09 Februari 2009 – 06:46 WIB
Sayangnya, ketika impian itu menjadi kenyataan, saya malah tidak tahu apa yang harus saya lakukan di kota kecil itu. Saya tidak yakin, suku Dani di Wamena masih hidup dalam budaya aslinya. Wamena sudah lama mengenal kehidupan modern. Jangan lagi surat kabar, radio, dan televisi. Handphone dan internet pun sudah bukan hal asing di sana. Karena itu, saya hanya berencana tinggal di sana dua hari saja.
Dengan ditemani Suyoto, Dirut Cendrawasih Pos (Jawa Pos Group), harian terbesar di Papua, saya berangkat (dari Jayapura) ke Wamena dengan pesawat pertama yang terbang pada pukul 07.30 waktu setempat. Ini karena penerbangan ke Wamena sangat bergantung pada cuaca. Cuaca Wamena, kabarnya, sangat sulit diprediksi, cepat berubah. Penerbangan pagi lebih aman daripada yang siang.
Kami sudah bersiap di Bandara Sentani sejak pukul 06.00 atau pukul 04.00 Waktu Indonesia Barat. Meski ragu karena pagi itu Jayapura sedang hujan, saya tetap berharap, pesawat saya tidak terlambat. Supaya bisa melanjutkan tidur. Pukul 06.00 di Jayapura sama dengan pukul 04.00 di Surabaya. Padahal, saya masih terbiasa tidur tengah malam, waktu Indonesia Barat. Jadi, bisa dibayangkan ngantuk saya pagi itu.