Omnibus Law LHK Menyederhanakan Prosedur Tanpa Mengubah Prinsip Lingkungan
Terkait izin lingkungan yang diubah menjadi Perizinan Berusaha dalam RUU Omnibus Law, dikatakan Sekjen KLHK Bambang Hendroyono bahwa penerapan standar pengelolaan lingkungan hidup diterapkan berbasis resiko.
Untuk resiko tinggi, tahapannya wajib memenuhi dokumen AMDAL, uji kelayakan, Keputusan Kelayakan Lingkungan, barulah keluar perizinan berusaha.
''Untuk resiko sedang dikelola melalui Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL dan UPL), dan resiko rendah dilakukan dengan sistem registrasi melalui standar baku sebagai alat kontrol," kata Bambang.
Sementara itu terkait pasal pada UU 41 tahun 1999 mengenai pemegang hak atau izin bertanggung jawab atas terjadinya kebakaran hutan di areal kerjanya berubah menjadi 'Pemegang hak atau Perizinan Berusaha wajib melakukan upaya pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan di areal kerjanya', dikatakan Tenaga Ahli Menteri LHK bidang legislasi legal dan advokasi, Ilyas Asaad, haruslah utuh membaca perubahan dari pasal per pasal.
''Membaca pasal 49 seharusnya juga membaca pasal 50 yang mengatur tentang larangan membakar serta pasal 78 ayat (3) tentang hukum pidana bagi pembakar hutan. Dengan demikian sebenarnya dilarang melakukan pembakaran hutan oleh siapa saja dan khusus kepada korporasi diberi tambahan kewajiban yaitu melakukan pencegahan dan pengendalian,'' tegas Ilyas.
Sosialisasi RUU Omnibus Law ini diikuti jajaran KLHK, UPT KLHK, termasuk Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Kehutanan, serta Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan dari seluruh Indonesia.
Sosialisasi dipimpin langsung Menteri LHK Siti Nurbaya, dengan narasumber Sekjen KLHK Bambang Hendroyono, Prof.San Afri Awang, Prof. Hariadi Kartodihardjo, Prof. Mustofa Agung Sardjono, Prof. Asep Warlan Yusuf, dan Dr.Ir.Ilyas Assad.(jpnn)