Operasional Kantor GoJek di Lampung Ditutup, Para Driver Kesulitan
Pengamat asal Sumbagsel Yan Sulistyo berpendapat, aksi protes dari para mitra merupakan bentuk belum dipahaminya model bisnis berbasis teknologi. Sehingga menganggap pemangkasan insentif akan merugikan pihak mitra.
Yan berkomentar, tarif ojek daring selama ini dipersepsikan terjangkau atau murah oleh masyarakat. Sehingga dengan tarif yang lebih tinggi saat ini menyebabkan munculnya gejolak pada driver ojek daring.
“Sekarang 'kan tarifnya lebih tinggi, tentu risikonya dalam bisnis itu seperti bandul. Sehingga dalam konteks bisnis, kalau tarif _driver_ daring itu akan meningkat ya tentu insentif akan turun. Konsekuensinya harus diterima oleh mitra,” sebutnya.
Permasalahan yang mengemuka dalam ruang lingkup driver ojek daring, kata Yan, adalah hilangnya insentif. Padahal insentif dari operator tidak hilang, hanya berkurang akibat kenaikan tarif.
Pengurangan instentif ini untuk menyeimbangkan tarif per kilometer yang naik. Pendapatan mitra dinilai Yan sudah terakomodir dalam tarif baru yang diatur pemerintah.
“Di dalam Kepmenhub 438 juga dijelaskan ada alokasi untuk biaya operasional seperti asuransi dan bensin, maka mitra diminta fokus pada pendapatan organik,” ujarnya.
“Para mitra sebaiknya memahami skema bisnis yang berkembang. Jika dulu mitra dapat mengandalkan pendapatannya dari insentif, sekarang sudah tidak bisa lagi karena insentif bukanlah sumber pendapatan yang utama. Insentif adalah hak prerogatif aplikator yang besarannya tergantung dari kemampuan masing-masing aplikator,” pungkasnya.
Yan meminta agar driver ojek daring memahami kebijakan yang telah diberlakukan. Selain itu juga mengerti role model bisnis dari aplikator.(chi/jpnn)