Oposisi Terlalu Lemah, Haruskah Jumlah Partai Koalisi Pemerintah Dibatasi?
jpnn.com, JAKARTA - Pengamat politik Saiful Mujani mengusulkan partai politik koalisi pemerintah harus dibatasi. Sebab, pendiri lembaga survei Saiful Mujani Research And Consulting (SMRC) itu menganggap demokrasi terancam apabila partai koalisi sangat besar di kubu pemerintah.
"Memang tidak ada aturannya berapa banyak partai yang dibolehkan untuk menjadi anggota koalisi pemerintah. Sekarang ini pemerintah boleh saja merangkul semua partai. Ini bisa membuat checks and balances lemah atau bahkan mati. Ini harus dipikirkan," kata Saiful Mujani dalam keterangan yang diterima, Sabtu (13/3).
Saiful juga menyoroti fenomena kudeta kepemimpinan Partai Demokrat yang melibatkan Kepala KSP Moeldoko. Bukan tidak mungkin, Demokrat pimpinan Moeldoko bergabung dengan pemerintah.
Dengan demikian PKS akan jadi satu-satunya partai oposisi pemerintah. Itu pun hanya kekuatan minoritas yang nyaris tak berarti, sehingga tentunya prinsip check and balances tidak mungkin berjalan dengan baik. Dengan kata lain, peristiwa itu melemahkan sistem demokrasi di tanah air.
Memang, menurut Saiful, bisa saja partai politik koalisi pemerintah itu berperan sebagai penyeimbang kebijakan dan mengontrol penguasa. Namun, dalam praktiknya tidak mudah dan tidak cukup independen.
Sebab, check and balances itu lebih bisa diperankan oleh partai yang berada di luar koalisi.
Dia mengatakan, kekuatan partai oposisi di DPR memang tidak mesti harus mayoritas. Namun, harus cukup besar. Kalau mayoritas dan kuat sekali, bisa membuat pemerintahan tidak jalan atau deadlock.
Idealnya, kata dia, jumlah kekuatan oposisi di Indonesia mencapai 40-45 persen anggota DPR dari partai bukan pendukung pemerintah.