Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Otda Persulit Distribusi Dokter

Rabu, 18 Juni 2008 – 21:36 WIB
Otda Persulit Distribusi Dokter - JPNN.COM

jpnn.com - Dengan sentralisasi, pemerintah pusat mengendalikan penyebaran tenaga kesehatan sesuai keadaan dan kebutuhan daerah. “Jika di sini kurang di sana kurang, butuh ini butuh itu, saya dengan gampang sekali memenuhinya,” ucap Menteri Kesehatan (Menkes) Siti Fadilah Supari. Ia menjawab berbagai keluhan dan harapan beberapa anggota Panitia Ad Hoc (PAH) IV Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan PAH III DPD dalam rapat kerja gabungan (rakergab), Rabu (18/6), di lantai 2 Gedung DPD Kompleks Parlemen, Jakarta.

Dengan desentralisasi, Depkes justru kesulitan mengendalikan penyebaran dokter umum (dr) dan dokter gigi (drg) ke daerah tertinggal, terpencil, dan perbatasan. “Sebenarnya, dokter bebas memilih di mana saja, dijamin undang-undang. Tapi sekarang pemerintah tidak bisa mengatur dokter ke sana dan ke sini,” ulasnya lagi.

Selain penyebaran yang tidak merata, jenjang karir seperti pengangkatan dan pemindahan dokter yang mengabdi di daerah tertinggal, terpencil, dan perbatasan juga terhambat. Dalam perjalanan karir seorang pegawai negeri sipil (PNS) dikenal dua mekanisme yaitu, perpindahan/mutasi jabatan (tour of duty) dan perpindahan/mutasi wilayah (tour of area).

Keadaan ini sangat lazim digulirkan untuk memprofesionalkan dalam pengembangan wawasan mereka. Berbeda dengan tentara yang bisa berpindah dari satu jabatan ke jabatan lain dan dari satu daerah ke daerah lain dengan jenjang karir yang jelas, dokter yang ditempatkan ke daerah justru tidak. “Sekali di daerah terpencil, seumur hidup di situ. (Keadaan) ini sebetulnya tidak adil,” ucapnya menggambarkan.

Jenjang karir dokter yang terhambat tingkatan jabatan struktural dengan sendirinya juga menghambat jenjang kepangkatannya. Menkes memisalkan, dokter enggan menjadi kepala puskesmas karena eselon atau tingkatan jabatan strukturalnya di bawah bupati/walikota. Dikhawatirkan, jenjang kepangkatan mereka akan terhenti hingga dipensiunkan.

Mendesentralisasikan tenaga kesehatan sangat menghambat pemenuhan dan perbaikan cakupan pelayanan sesuai dengan kuota yang ditentukan pemerintah. Ia mencontohkan, Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (Men PAN) telah memberikan kuota tenaga kesehatan (bidan, perawat, dokter) kepada bupati. “Kuota ini kadang-kadang dijual, entah untuk saudaranya sendiri, entah untuk siapa. Akhirnya, tenaga kesehatan tidak terpenuhi,” urainya.

Mengenai gaji dokter tergantung kepala/wakil kepala daerah bersangkutan. Sebagian kepala/wakil kepala daerah yang menyadari keadaan dan kebutuhan daerahnya bersedia mengalokasikan dana dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk menambah penghasilan mereka.

Karena kesulitan mendistribusikan dokter ke tempat penugasan dengan kriteria daerah tertinggal, terpencil, dan perbatasan, Depkes mengeluarkan Peraturan Menkes Nomor 312 Tahun 2006 yang memberikan insentif selain gaji pokok untuk mereka. Jumlah insentif untuk daerah sangat tertinggal Rp 7,5 juta per bulan, dokter/dokter gigi Rp 5 juta per bulan, dan bidan pegawai tidak tetap Rp 2,5 juta per bulan.

JAKARTA - Perubahan sistem pemerintahan dari sentralisasi menjadi desentralisasi atau otonomi daerah (otda) telah mempengaruhi penyebaran atau distribusi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

X Close