Othok-Othok, Pendeteksi Gempa Sederhana Made In Warga Jogja
Alatnya Sederhana, Hanya Butuh Modal Rp 50 Ribu untuk MembuatnyaSensitivitas alat ini tergantung sudut kemiringan paralon yang dipasang di tembok. Namun, Giyanto biasa memasangnya di eternit. Hal itu untuk menjauhkan othok-othok dari tanah dan jalan raya.
Dengan begitu, othok-othok akan bekerja hanya saat ada getaran kuat. “Sudah pernah saya uji berkali-kali,” tuturnya.
Lahirnya alat pendeteksi gempa bumi murah nan sederhana ini tak berbanding lurus dengan proses penemuannya. Giyanto membutuhkan serangkaian riset sederhana dan uji coba. Bapak dua anak ini bercerita, ide pembuatan othok-othok muncul saat dia menjadi relawan erupsi Merapi.
Saat itu dia kerap mengamati cara kerja seismograf yang terpasang di Museum Gunung Merapi. ”Lalu, saya berpikir bagaimana membuat alat dengan harga yang lebih murah,” kenangnya.
Giyanto lantas bereksperimen bersama relawan lain. Dari situ, lahirlah othok-othok. Uji coba awal hanya dibuat empat othok-othok untuk dibagikan gratis ke warga.
Berkat temuan ini pula, sebagian besar rumah warga di Nogosari terpasang othok-othok. Karenanya tidak mengherankan terkadang terdengar suara alarm pada malam hari di kampung ini.
“Alarm juga berbunyi saat gempa bumi di Jawa Timur beberapa waktu lalu,” ungkapnya.
Seiring waktu berjalan, othok-othok kian terkenal hingga luar wilayah Jogjakarta. Bahkan, othok-othok telah dipasang di sejumlah daerah rawan gempa dan tanah longsor. “Untuk mendeteksi tanah longsor, alat ini ditanam di titik rawan,” jelasnya.