Pak Bupati Mencium Tangan Kiai Ma’ruf Amin
Setelah proklamasi, dalam kondisi genting, lanjut Kiai Ma’ruf, kaum santri menapaki garis depan pertempuran. Membela republik muda ini. "Berkat Resolusi Jihad tertanggal 22 Oktober 1945 yang dikeluarkan KH Hasyim Asy'ari," ujarnya.
Resolusi dari pendiri NU itu kemudian dilupakan. Peran umat Islam dikerdilkan. "Bayangkan, setelah 70 tahun berlalu, baru negara ini mengakui jasa santri dan ulama," timpalnya.
Pidato Ma'ruf berkali-kali disambut tepuk tangan pendengar. "Andaikan ada warga NU yang tidak mencoblos 01, artinya jiwa NU-nya sudah innalillah," tutupnya.
Sebelum memasuki mobil, mantan Rais Aam Pengurus Besar NU itu sempat dicegat wartawan. Ma'ruf kembali memberi penegasan. "Saya kan kader NU, jadi NU harus all out. Secara struktural sudah oke. Tinggal konsolidasi di level kultural. Dari jaringan pesantren sampai majelis taklim," jelasnya.
Bahkan, dia mengaku sempat menanyakan kesanggupan penggalangan suara kepada pengurus NU Kalsel. "Katanya sanggup 70 persen. Artinya sama dengan target kami di nasional," imbuhnya senang.
Ditanya strategi, Ma'ruf meminta NU tak hanya mengandalkan kepengurusan di tingkat kabupaten dan kota. Ranting-ranting mesti diaktifkan. "Harus door to door, man to man. Masuki daerah-daerah kecil. Gerakkan ranting dan anak ranting," pungkasnya.
Sementara itu, Ketua Pengurus Wilayah NU Kalsel, Abdul Haris Makkie berupaya mengklarifikasi pernyataan Ma'ruf. "Tidak ada perintah seperti itu dari NU. Ingat, NU adalah harakah (gerakan), bukan partai politik. Jadi secara organisasi atau instruksi khusus, enggak ada," tegasnya.
Namun, Makkie membenarkan, Ma'ruf harus dibantu. "Beliau adalah kader NU. Sebagai orang tua yang meminta kepada anaknya, warga NU sudah paham bagaimana harus bersikap. Kami memiliki ikatan emosional," imbuh Sekdaprov Kalsel tersebut.