Pak Jokowi dan Bu Mega, Please Simak Surat Terbuka Tentang Ahok Ini
Menurut mereka, hal ini bertentangan dengan UU No 34/2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI). UU tersebut menyebutkan bahwa TNI hanya memiliki kewenangan dalam isu pertahanan, bukan keamanan dan ketertiban umum.
Pemprov DKI juga dinilai lebih berpihak pada korporasi ketimbang warga. Hal itu seperti yang terungkap dalam kajian yang dilakukan doktor hukum lulusan Universitas Sorbonne Mahmud Syaltout.
Dari dokumen hukum yang ada dalam website Pemprov DKI, dengan materi sepuluh produk peraturan terkait reklamasi di Teluk Jakarta, menggunakan instrumen CAQDAS (Computer Assisted Qualitative Data Analysis) dan perangkat halus MAXQDA 12, ditemukan kuatnya orientasi kebijakan Pemprov DKI terhadap korporasi ketimbang terhadap warga.
Dari dokumen regulasi itu ditemukan kata “reklamasi” disebut sebanyak 632 kali, kata “korporasi” (123 kali,) dan kata “rakyat” atau “masyarakat” (31 kali).
Keberpihakan pada korporasi dapat dilihat dari Peraturan Gubernur Nomor 175 Tahun 2015 tentang Pengenaan Kompensasi terhadap Pelampauan Nilai Koefisien Lantai Bangunan.
Kebijakan ini memberikan kuasa absolut pada gubernur untuk memberikan izin meninggikan bangunan berdasarkan “umus kompensasi peninggian bangunan, tanpa batas.
Peraturan ini melecehkan produk regulasi terkait seperti UU No 26/2007 tentang Penataan Ruang, Perda No 1/2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), dan Perda No 1/2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR).
Tak hanya itu, kebebasan berpendapat di Jakarta juga dinilai semakin melemah. Enam pemaksaan pembatalan acara terjadi di Jakarta dalam beberapa bulan terakhir.