Pakar Australia Menilai Maraknya Jilbab di Indonesia Tak Perlu Jadi Fobia
Pembicara dari Jakarta, Ayu Arman punya pengalaman tersendiri tentang jilbab. Sebagai penulis gender dan Islam yang merekam khazanah keberagaman Nusantara dari Papua, Maluku, Kalimantan, dan Sulawesi, ia sangat optimis dengan dinamika kearifan lokal di Indonesia dalam menghidupkan harmoni dan toleransi.
Tetapi dia terkejut sekali ketika sampai di daerah terpencil di Sulawesi Barat. Lulusan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini tidak bisa mengenali perempuan-perempuan di sana.
Pasalnya, dari anak-anak sampai dewasa, para perempuan di sebuah wilayah Mamuju menggunakan burqa yang menutup seluruh badannya dan hanya menyisakan mata.
Dari perjalanan panjang kerja kreatif penulisan itu, Ayu mendapatkan kesimpulan bahwa pemeluk Islam di Indonesia sama sekali bukan seperti pemeluk Islam di negara Arab. Umat Islam di Indonesia punya kemampuan membangun harmoni dengan kearifan lokal di masing-masing daerah.
Ia pun berpandangan sama dengan Firda yang melihat pemeluk Islam di Indonesia tidak statis, bukan konsep tunggal. Dari Aceh, Jawa, Lombok, hingga Papua, umat Islamnya sangat beragam.
“Umat Islam Indonesia terus berkontestasi dalam memaknai kehidupan beragama dan keberagaman. Pergumulan terjadi dalam menafsir agama yang tekstual dengan yang kontekstual,” papar Ayu.
Karena itu, Ayu menganjurkan pentingnya meletakkan isu gender dengan menggunakan tafsir Islam yang kontekstual dan memberikan penghargaan yang tinggi terhadap perempuan.
Sementara itu Dosen Fakultas Hukum Monash University, Nadirsyah Hosen membuat perumpamaan tentang penganut Islam Nusantara yang sangat mengakomodir keberagaman lokalitas di Indonesia tersebut, dengan produk makan cepat saji KFC yang mengglobal.