Pakar Hukum Tata Negara: Pembatasan Masa Jabatan Presiden Harus Jadi Pedoman Berbangsa
jpnn.com, JAKARTA - Forum 2045 menilai reformasi memasuki usia ke 25 tahun. Lanskap politik telah mengalami banyak perubahan dibandingkan masa Orde Baru, tetapi upaya untuk menjadikan Indonesia lebih demokratis masih menghadapi tantangan yang tak mudah.
Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Islam Indonesia Prof. Dr. Ni'matul Huda, SH, M.Hum mengatakan tantangan untuk menegakkan demokratis itu terlihat dari kemunculan usulan dan upaya politik untuk memperpanjang masa jabatan presiden, yang belakangan marak kembali.
Prof. Ni'matul menilai meski dinilai bertentangan dengan spirit konstitusionalisme dan nilai-nilai demokrasi, usulan tersebut masih saja digelorakan oleh pihak-pihak tertentu.
"Karena itu, konsistensi publik dalam menjaga agar Pasal 1 ayat (2) dan (3) yang dielaborasi dengan Pasal 18 ayat (4) dan Pasal 22E dalam Undang-Undang Dasar 1945 tidak mengalami amandemen penting," ujar Prof. Ni'matul dalam Dialog Kebangsaan ”Refleksi 25 Tahun Reformasi” yang diselenggarakan oleh Forum 2045 di Ballroom UC - UGM, Yogyakarta, Kamis (9/2).
Forum 2045 adalah kelompok guru besar, akademisi dan pegiat sosial dari berbagai kampus dan institusi di Indonesia, yang berkolaborasi untuk menyiapkan kontribusi akademik bagi penyusunan cetak biru Indonesia pasca 2025.
”Pasal-pasal yang mengatur pembatasan masa jabatan presiden seharusnya menjadi pedoman dalam berbangsa dan bernegara,” ujar Prof. Ni'matul.
Pakar hukum yang dijuluki ”Srikandi Konstitusi” itu juga mengingatkan betapa berbahayanya wacana penundaan pemilu.
Sebab, selain bertentangan dengan semangat berkonstitusi dan berdemokrasi, penundaan pemilu juga menghambat terjadinya regenerasi kepemimpinan bangsa dan menyingkirkan peluang untuk memperbaiki kehidupan rakyat.