Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Pakar ITB: Semua Plastik Memiliki Risiko, Tidak Fair Hanya Melabeli Bahaya Satu Jenis Kemasan

Kamis, 22 September 2022 – 18:29 WIB
Pakar ITB: Semua Plastik Memiliki Risiko, Tidak Fair Hanya Melabeli Bahaya Satu Jenis Kemasan - JPNN.COM
Ilustrasi - Air minum dalam kemasan galon. Foto: JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Pakar Polimer Institut Teknologi Bandung, Ahmad Zainal Abidin, mengatakan semua jenis plastik memiliki potensi migrasi zat kimia yang digunakan dalam proses pembuatannya.

Menurutnya, melabeli potensi bahaya zat kimia hanya terhadap plastik polikarbonat merupakan tindakan diskriminatif dan tidak sesuai dengan semangat pengawasan pangan.

Sebagaimana diketahui, ada banyak jenis zat plastik yang boleh digunakan sebagai kemasan makanan minuman, termasuk Polikarbonat (PC), Poly Etilene Tereftalat (PET), Poly Propilen (PP) dan lain lain.

Beragam jenis plastik tersebut digunakan sebagai kemasan pangan karena sifatnya yang inert (tidak bereaksi dengan lingkungan sekitar).

“Secara kimia ketahanan panas atau titik melting galon guna ulang berbahan Polikarbonat itu hampir 200-an derajat Celsius dan kemasannya juga keras. Artinya, risiko untuk BPA-nya bermigrasi itu sangat rendah atau hampir tidak mungkin terjadi,” katanya. 

Terkait migrasi zat kimia dari kemasan, dia mengatakan itu tidak hanya terjadi pada galon guna ulang PC saja, tapi juga galon sekali pakai berbahan PET.

Menurutnya, migrasi zat kimia dari kemasan itu  tetap ada akibat masih adanya zat yang belum bereaksi saat pembuatan galon, tapi jumlahnya tidak banyak.

“Jadi, kalau ada label berpotensi mengandung BPA pada galon guna ulang polikarbknat, terhadap galon PET yang sekali pakai seharusnya juga diberlakukan hal yang sama. Karena, keduanya sama-sama berpotensi ada migrasi kimia dari kemasannya,” ujar Zainal.

Melabeli potensi bahaya zat kimia hanya terhadap plastik polikarbonat merupakan tindakan diskriminatif dan tidak sesuai dengan semangat pengawasan pangan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News