Pakar Keamanan Siber Dukung Presiden Jokowi dan DPR Revisi Pasal Karet UU ITE
Chairman lembaga riset keamanan siber CISSReC (Communication & Information System Security Research Center) ini menjelaskan, dalam beberapa kasus hoaks yang malah ditangkap adalah pihak-pihak yang menyebarkan saja, yang bisa dibilang mereka ini juga korban karena terhasut dan tidak tahu konten yang di-posting adalah informasi bohong.
“Kami ingin UU ITE ini mendorong aparat untuk mengusut dan menangkap aktor intelektual," katanya.
Menurut dia, memang dalam penyebaran sebuah konten informasi bohong, ada saja masyarakat yang menjadi tersangka karena ikut menyebarkan meskipun tidak tahu dan bukan bagian dari tim hoaks.
"Namun ini kan sebenarnya mudah saja dibuktikan bahwa mereka ini bertindak sebagai korban, bukan bagian dari tim produksi dan penyebar. Inilah salah satu ketakutan masyarakat,” terangnya.
Pratama juga menegaskan apalagi edukasi anti-hoaks di masyarakat ini hampir tidak ada. Jadi, tegas dia lagi, masyarakat ini kesannya diancam tetapi tidak diberikan bekal.
“Bukan berarti Pasal 27 Ayat 3 dan Pasal 28 misalnya dihapus atau direvisi, lalu hoaks bisa bebas tanpa hukuman. Ada pasal lain tentang pencemaran nama baik dan penghasutan di KUHP yang bisa digunakan. Tindakannya sama, hanya ini dilakukan di wilayah siber,” jelas pria asal Cepu ini.
Pratama menjelaskan masyarakat seharusnya dilindungi dan diberikan edukasi.
Selama ini, katanya, beberapa pasal UU ITE memang seperti menjadi momok menakutkan.