Pakar Minta Pembangunan PLTN di Indonesia Harus Dipertimbangkan Lagi, Ini Alasannya
Insiden kategori level 5 ini menyedor budget hingga 1 miliar dolar AS atau Rp14,5 triliun untuk mengatasinya hingga beberapa tahun. Keempat, insiden di reaktor nuklir Chernobyl, Ukraina pada 26 April 1986. Kecelakaan nuklir yang masuk kategori level 7 itu menyebarkan zat radioaktif hingga 100.000 kilometer persegi.
Pembersihannya menghabiskan biaya 16 miliar dollar AS atau sekitar Rp261 triliun. Terakhir yang kelima tragedi Fukushima Daiichi, Jepang pada 11 Maret 2011 akibat gempa dan tsunami yang melanda kawasan tersebut.
Kecelakaan nuklir level 7 ini membuat 160.000 orang penguni belasan desa sekitar pembangkit harus dievakuasi. Diprediksi, pembersihan zat radioaktif akan tuntas dalam kurun waktu 30-40 tahun dan saat ini sudah menghabiskan biaya kerugian sebesar 21 triliun Yen atau Rp2.772 triliun.
"Untuk Chernobyl itu 100.000 kilometer persegi terkontaminasi. Nah, ini kalau misalnya berada di Pulau Jawa yang luasnya kira-kira 128.297 kilometer persegi, maka penduduk 130 juta jiwa akan mengungsi kalau ini terjadi di Pulau Jawa," ujar Dwi memberikan perbandingan.
Sebagai gambaran untuk mitigasi, tambah Dwi, luas Pulau Jawa 128.297 kilometer persegi dan jumlah penduduk sekitar 130 juta Jiwa. Pulau Madura luas 4.250 kilometer persegi dengan jumlah penduduk 13,6 juta jiwa.
Kota Surabaya luas 350,5 kilometer persegi dengan jumlah penduduk 2,8 juta jiwa. Indonesia sendiri, lanjut Dwi, sudah mempertimbangkan nuklir di masa depan melalui PP 79/2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN) dan Perpres 22/2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional (RUES).
Namun, nuklir menjadi opsi terakhir pemenuhan energi nasional.
"Saya sendiri di tengah, tidak pro atau kontra nuklir. Tapi kalau untuk keselamatan masyarakat, harus kita pertimbangkan," ujar Dwi.
Prioritas pembangunan energi nasional sesuai KEN dan RUEN, tambah Dwi, pertama adalah maksimumkan pemanfaatan energi terbarukan. Kedua, minimumkan penggunaan minyak.