Pakar Ramai-ramai Tolak Revisi UU KPK
JAKARTA – Sejumlah praktisi hukum seperti Todung Mulya Lubis, Saldi Isra, Refly Harun, serta Denny Indrayana yang juga tersangka korupsi payment gateway menyampaikan dukungannya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi terkait Revisi Undang-undang KPK. Revisi ini dianggap mereka merupakan suatu upaya melemahkan lembaga pemberangus korupsi itu.
Todung mengatakan, KPK merupakan anak kandung reformasi yang menjadi tumpuan masyarakat dalam pemberantasan korupsi. “KPK tidak boleh sedikitpun melemah,” kata Todung, usai bertemu lima pimpinan KPK, Selasa (9/2).
Dia mengaku, setiap tahun banyak upaya pelemahan KPK oleh berbagai pihak. Baik melalui upaya judicial review di Mahkamah Konstitusi, Revisi UU di DPR dan lainnya. “Itu tidak boleh terus terjadi,” ujar Todung lagi.
Sebab, kata Todung, indeks persepsi korupsi Indonesia masih sangat rendah. Selain itu, masih banyak kasus-kasus korupsi kelas kakap yang belum selesai. “Kalau indeks persepsi korupsi kita sudah mencapai 50 ke atas kita boleh bicara soal Revisi UU KPK,” katanya.
Ia menambahkan, saat ini KPK harus tetap dilengkapi dengan kewenangan penyadapan, tidak boleh mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan, boleh angkat penyidik sendiri sesuai kewenangan yang sudah diberikan Undang-undang. Nah, kata Todung, kalau hal itu dipreteli dan digerogoti, KPK akan lumpuh dan korupsi akan menang.
“Nah kami katakan kepada pimpinan KPK, kami sebagai pegiat antikorupsi siap mendukung KPK dan mengapresiasi sikap pimpinan KPK yang menolak revisi UU KPK,” katanya.
Mereka juga meminta agar Presiden Joko Widodo bersikap tegas menolak Revisi UU KPK. Ia menegaskan, presiden bisa menyatakan tidak setuju dengan Revisi UU KPK. “Presiden (pemerintah) bisa saja tidak ikut berpartisipasi dalam pembahasan Revisi UU KPK (bersama DPR),” ujarnya.
Refly Harun mengatakan, pihaknya tetap melihat bahwa KPK sebagai lembaga yang secara moril harus terus didukung. “Karena merupakan lembaga yang kita harapkan mampu berantas korupsi,” ujar Refly.
Sementara Saldi Isra mengatakan, saat ini bukan waktu yang tepat merevisi UU KPK. “Kenapa? Karena sentimen di DPR negatif sekali. Jadi, walaupun mereka mengatakan merevisi itu untuk menguatkan, buktinya mana yang menguatkan?” katanya. (boy/jpnn)