Partai Berkarya: Kami Ini Seperti Real Madrid
jpnn.com, JAKARTA - Pimpinan Daerah (DPD) Partai Berkarya Jakarta Barat menargetkan raih empat kursi DPRD DKI Jakarta. Dari empat kursi itu, dua diharapkan datang dari daerah pemilihan (Dapil) 9 (Tambora, Cengkareng, dan Kalideres). Kemudian dua sisanya di Dapil 10 (Tamansari, Grogol Petamburan, Palmerah, Kebon Jeruk, dan Kembangan).
Ketua DPD Partai Berkarya Jakarta Barat Masban mengatakan, untuk bacaleg DPR pun sudah full delapan orang. Dengan demikian, partai bentukan Tommy Soeharto ini telah memenuhi kuota jumlah bakal caleg sebanyak 24 orang. Artinya, masing-masing 12 bacaleg di Dapil 9 dan 10.
Begitu pun jumlah kuota ketersediaan perempuan sudah memenuhi aturan sebesar 30 persen. “Sekarang tinggal kami kerja keras memenuhi target itu. Walaupun kami partai baru, tapi kami optimistis. Ini dasarkan pada pengalaman-pengalaman di politik dan profesional. Ibarat tim sepak bola, Partai Berkarya ini seperti Real Madrid. Di mana para penggawanya sarat pengalaman dan profesional dalam mengikuti kompetisi Pileg nanti,” ujar Masban di kantornya Minggu (22/7) malam.
Bahkan, lanjut Masban, menghadapi pemilu nanti seluruh bacaleg tidak pernah pesimistis. “Teknik, taktik, dan pengalaman tinggal dilakukan dengan kerja keras untuk mensosialisasikan diri agar masyarakat percaya dan jatuh cinta,” ujar Masban yang juga bacaleg Nomor 1 Dapil 10.
Menanggapi kemungkinan terjadi konflik internal akibat persaingan sesama bacaleg, Masban mengatakan, sebagai pemimpin dirinya tidak mau asal memimpin, tapi menjaga soliditas anggota.
“Saya selalu mengingatkan agar menjaga etika dan sopan santun berpartai karena keluarga atau anggota partai adalah keluarga besar. Jadi kami solid sesuai slogan, Partai Berkarya Menang, Rakyat Makmur dan Sejahtera,” ujar Masban didampingi Sekretaris DPD Partai Berkarya Jakarta Barat Muhadi.
Dia mengakui, persaingan tidak bisa dihindari. Tapi Masban mengibaratkan balon. “Biar berterbangan, tapi tidak meledak. Itu karena ada azas kekeluargaan. Kalau tidak digunakan etika dan sopan santun, pasti terjadi gesekan. Orang membangun bangsa dan negara saja, pasti mengedepankan etika dan sopan santun. Apalagi partai? Nah, kalau masih terjadi lagi gesekan juga, maka itu berarti pemimpinnya yang lemah atau gagal,” papar dia.
Zaman Seoharto, lanjut dia, tidak ada gesekan. Karena kepemimpinannya bagus. Dalam membangun negara ada namanya GBHN (garis-garis besar haluan negara), ada trilogi pembangunan sehingga rakyat sejahtera,” kutip dia.