Pascakasus HTI, Pemerintah Berpeluang Menerbitkan Perppu Ormas
jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah membuka peluang menghadirkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 17/2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (ormas), setelah mencuatnya kasus Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
Pasalnya, undang-undang yang lama dinilai belum dapat mengakomodasi kepentingan nasional. Karena pemerintah tidak bisa dengan cepat membubarkan sebuah ormas, meski terbukti anti Pancasila dan ingin merongrong keutuhan NKRI.
"Di UU ormas memang ada tahapannya (pembubaran ormas, red) yaitu lewat proses hukum. Nah itu butuh waktu lebih kurang 4-5 bulan. Tapi usul jaksa agung, memungkinkan dengan perppu. DPR juga akan paripurna membahas itu. Sekarang akan kami lihat mana yang lebih tepat, itu saja secara prinsip," ujar Mendagri Tjahjo Kumolo di Jakarta, Selasa (16/5).
Selain itu, keberadaan perppu kata Tjahjo juga dibutuhkan untuk mengatur agar setiap ormas memiliki asas tunggal yaitu Pancasila. Dengan demikian, ke depan tidak ada lagi ormas yang berusaha merongrong Pancasila dan NKRI.
"Menginginkan asas tunggal Pancasila harus masuk dalam setiap parpol, ormas. Setiap warga boleh berserikat asal asasnya tunggal. Sebagai umat Islam melaksanakan kewajiban agamanya sesuai Alquran dan hadis iya, yang Kristen sesuai injil, demikian juga Budha, Hindu maupun Konghucu. Tapi dalam konteks berbangsa dan bernegara, harus tunduk pada peraturan," kata Tjahjo.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto mengumumkan rencana pembubaran HTI. Alasannya, karena HTI dinilai memiliki asas khilifah Islam yang tidak sesuai dengan Pancasila dan NKRI. Namun, pembubaran masih terkendala meski disebut pemerintah memiliki bukti yang kuat. Sesuai UU Ormas, pembubaran baru dapat dilakukan setelah ada putusan dari pengadilan.(gir/jpnn)