Pelajar Bingung: Pemimpin atau Teman Setia
"Nah, dari kesimpulan ini, jelas bahwa pemaknaan ayat ini adalah larangan memberikan loyalitas dan kesetiaan muslim kepada Yahudi dan Nasrani," ungkapnya.
Ia melanjutkan, ada pula yang beranggapan bahwa larangan ini hanya untuk menjadikan mereka sebagai teman setia, bukan larangan untuk menjadikan mereka pemimpin.
Dia menganalisa, anggapan tersebut merupakan sebuah keadaan kerancuan berpikir dalam memahami sesuatu hal, yang mengakibatkan sesuatu yang salah terlihat benar atau sebaliknya.
"Itu syubhat pemikiran. Ulama menjelaskan bahwa ini adalah qiyas aula. Yakni, jika mereka dijadikan teman saja tidak boleh, apalagi pemimpin. Lebih tidak boleh lagi," papar Harjani.
Diceritakannya, penerapan ayat ini pernah terjadi ketika zaman kekhalifahan Umar bin Khatab.
Salah seorang gubernurnya, Abu Musa Al-Asyari, pernah mengangkat seorang Nasrani sebagai sekretaris.
“Nah, posisi sekretaris ini sangat vital, sampai-sampai Abu Musa menganggap kalau tidak ada Si Nasrani, urusan kenegaraan bakal kacau," kisahnya.
Namun, kemudian Umar membacakan ayat ini dan memerintahkan Abu Musa untuk memecat sekretarisnya tersebut.