Pelaku Industri Rokok Elektronik Protes Rencana Pengaturan Kemasan Polos
Dia menilai industri rokok elektronik dapat berpartisipasi mendukung misi besar pemerintahan yang baru mencapai target pertumbuhan ekonomi sekitar delapan persen. Asal didukung regulasi yang melindungi kelangsungan usaha.
“Industri rokok elektronik memiliki potensi besar untuk berkontribusi secara signifikan. Namun, regulasi yang ada saat ini justru mengancam pertumbuhan industri ini. Kami berharap pemerintah dapat bekerja sama untuk meninjau kembali regulasi ini, demi mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif dan berkelanjutan," katanya.
Sementara itu praktisi hukum administrasi negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) Hari Prasetiyo menilai kehadiran RPMK seharusnya memperkuat aturan yang ada di dalam UU Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 dan PP 28/2024.
Bukan membuat pengaturan yang bertentangan dengan keduanya.
"Wacana kemasan polos tanpa merek berpotensi menimbulkan permasalahan baru seperti persaingan usaha, isu perlindungan konsumen, isu Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dan pengendalian tembakau tanpa ratifikasi," ucapnya.
Menurut Hari, aturan mengenai kemasan polos tanpa merek terkesan dipaksakan. Alih-alih mempertimbangkan profil risiko, pemerintah hanya fokus kepada aturan kemasan polos saja.
"Ini tidak bijak dilakukan pemerintah. Harus ada usaha lebih untuk memastikan bahwa edukasi itu sudah cukup disampaikan kepada masyarakat," katanya.
Hari juga menilai sangat penting seluruh pemangku kepentingan ikut andil dalam merumuskan aturan yang berdampak langsung bagi pelaku usaha. Tujuannya, untuk menghindari kerugian pada salah satu pihak.