Pelanggaran Pilpres Nyata, KPU Harus Kesatria
jpnn.com - JAKARTA - Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro menyayangkan sikap Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang terus menolak kenyataan bahwa pelaksanaan pemilu presiden bermasalah. Menurutnya, KPU harus bisa bersikap kesatria dan tidak ngeyel karena faktanya memang banyak terjadi pelanggaran pilpres.
"Jadi jangan terus menggunakan self defence mechanism bahwa apa yang mereka lakukan sudah benar semuanya. Faktanya banyak terjadi kekurangan termasuk Berbagai kecurangan yang terjadi dan justru dilakukan oleh jajaran KPU. Gentle saja dan jangan ngeyel, akui bahwa memang ada kekurangan dan terjadi kecurangan yang akan mereka perbaiki," kata Siti Zuhro, di Pressroom DPR, Jakarta, Selasa (19/8).
Siti mengatakan berbagai bentuk pelanggaran yang terjadi selama ini sudah terakumulasi dan terkristalisasi. KPU mestinya menyadari bahwa ini adalah saatnya untuk berbenah.
"Ada memori buruk pelaksanaan pemilu. Ini saatnya agar pelaksanaan pemilu dibenahi. Ini bukan urusan menang kalah, tapi bagaimana hukum dan demokrasi ditegakkan. Rakyat Indonesia harus dihargai," ujarnya.
Selain itu, Siti juga minta KPU tidak resisten terhadap pelaksanaan ulang pemilu presiden demi keadilan dan tegaknya hukum serta kekurangan pelaksanaan pemilu tidak boleh lagi ditoleransi.
"Adalah fakta hukum ada kecurangan dan kekurangan pelaksanaan pemilu. Selama ini semua kekurangan selalu ditoleransi. Setiap penyimpangan ada apologi. Sekarang situasinya tidak bisa lagi seperti itu. Kasihan bangsa ini kalau hal yang salah dibenarkan," imbuhnya.
Lebih lanjut dia minta para hakim MK bisa bersikap independen dan tidak partisan serta memutuskan berdasarkan asas keadilan dan kebenaran.
"Ini taruhan luar biasa, jangan sampai MK partisan. Hakim-hakim MK harus belajar dari kasus Akil Mochtar. Ini pertaruhan bangsa dan bukan pertaruhan diri sendiri dari hakim-hakim MK. Kita akan setback kembali kalau MK tidak indepeden. MK harus mempertimbangkan dan mengungkapkan apapun bukti. Bukti sekecil apapun harus diungkapkan ke publik. Begitu juga kalau tidak ada bukti, maka itu harus dijelaskan," pungkasnya.(fas/jpnn)