Pelarangan Kampanye Prabowo Bentuk Ketidakadilan Demokrasi
jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid menilai pelarangan kampanye calon presiden Prabowo Subianto di Simpang Lima, Semarang, Jawa Tengah, merupakan bagian dari ketidakadilan.
"Itu bagian ketidakadilan. Di beberapa tempat memang terjadi," kata Hidayat usai menjadi pembicara Silatnas BEM - PTMI bertema 'Gerakan Mahasiswa Islam: Memperkokoh Nilai - Nilai Berbangsa, Bernegara guna Mewujudkan Kesejahteraan Rakyat Indonesia' di Universitas Muhammadiyah Surabaya atau UMS, Jawa Timur, Kamis (11/4).
"Bahkan di beberapa tempat helikopter Pak Prabowo mau landing pun tidak diperbolehkan. Pernah beliau menyewa helikopter namun sepihak dibatalkan," tambah Hidayat lagi.
Seperti diberitakan, Prabowo menyindir larangan yang diberikan kepadanya untuk berkampanye di Simpang Lima. Saat berkampanye di Solo, Jateng, Rabu (10/4), Prabowo mengatakan lebih mudah mencari lokasi kampanye di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) daripada Jokowi saat ini. Saat Pemilu 2009, Prabowo berpasangan dengan Megawati Soekarnoputri, melawan salah satunya SBY - Boediono.
BACA JUGA: Prabowo Gagal Kampanye di Lapangan Pancasila, Ganjar: Jokowi Juga Tidak Boleh
Hidayat menyatakan bahwa tidak diberikannya izin kampanye kepada Prabowo di beberapa tempat, termasuk Simpang Lima, merupakan bagian memperkeruh suasana dan mempertajam polarisasi. "Padahal, itu tempat publik yang kemarin dipakai untuk apel kebangsaan yang katanya apel termahal di dunia yang harganya Rp 18 miliar," ujar Hidayat lagi.
Anggota Dewan Penasihat Badan Pemenangan Prabowo - Sandi, itu menilai hal ini sebagai sebuah kemunduran demokrasi. "Ya menurut saya, salah satu bentuknya ya ini kemunduran demokrasi," katanya.
Padahal, ujar dia, seluruh kampanye Prabowo selalu dihadiri masyarakat dalam jumlah yang cukup besar, tetapi selalu damai. "Tidak ada anarkis, tidak ada kejar kejaran rebutan nasi bungkus, tidak ada ikut teriak-teriak duit belum dibayar," jelasnya.