Pemain Bola Profesional Banting Setir jadi Model, Diajak Main Sinetron
”Tapi malah diminta bela tim senior sama coach RD. Jadi malah senang saya, karena kala itu masih umur 19 tahun. Beliau sendiri yang minta saya main di tim senior,” paparnya.
Namun sayang, Faries tak bisa bermain maksimal di tim Persebaya. Sebab, dia diintai badai cedera hamstring selama sekitar 4 bulan. ”Karena sudah risiko jadi pemain sepak bola (cedera),” kata anak nomor dua dari empat bersaudara itu.
Baru pada 2014 lalu, ada tim yang tertarik menggunakan jasanya, yaitu Borneo FC. Dan dia mengantarkan tim ini melaju ke ISL (Indonesia Super League) pada musim berikutnya. Namun sayang, mimpinya untuk bisa terus bermain bola harus terputus sekitar pertengahan 2015 lalu.
Tepatnya, kala kisruh PSSI mencuat ke permukaan dan selalu menjadi headline di media nasional, baik cetak maupun elektronik. Kala itu, Faries juga tengah kecewa berat karena gaji pemain sepak bola tak sesuai dengan kontrak.
Bahkan, uang bonus senilai Rp 500 juta dari tim juga tak kunjung dinikmati Faries dan pemain lainnya. Nah, dari sinilah awal mula Faries tak mau lagi membela tim sepak bola profesional.
”Mau main bola gimana, kompetisi tak jelas, gajinya tak jelas. Akhirnya main bola di kampung saja sama teman-teman untuk jaga performa,” kenangnya.
Inilah yang menjadi alasan lain bagi Faries mau menekuni dunia barunya, yaitu dunia model. Faries juga pernah memperagakan karya desainer nasional di Jakarta, Bali, Jogjakarta, Bandung, dan Banyuwangi.
Bahkan, saat ini dia juga masuk manajemen artisnya desainer kenamaan Merdi Sihombing dan penyanyi Yuni Shara. Karya yang pertama kali diperagakan Faries saat di Jakarta adalah milik Merdi Sihombing, yang berciri khas kain tenun.