Pembentukan Pansus Pilpres Bisa Jadi Bumerang bagi SBY
jpnn.com - JAKARTA - Wakil Ketua DPR RI yang juga politisi PDI Perjuangan, Pramono Anung menilai wacana pembentukan panitia khusus (pansus) di DPR untuk menyelidiki berbagai pelanggaran di Pemilu Presiden (Pilpres) 2014 justru bisa mencoreng pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Sebab, jika Partai Demokrat ikut mendorong pembentukan Pansus Pilpres justru bisa berimbas negatif pada SBY.
"Saya melihat wacana itu tidak serius dan sarat dengan nuansa politis saja. Kalau wacana diteruskan justru akan menjadi bumerang bagi pemerintah khususnya Presiden SBY, dimana pemerintahan sekarang berasal dari Partai Demokrat," kata Pramono di Jakarta, Kamis (24/7).
Mantan Sekjen PDIP itu menegaskan, wacana pembentukan Pansus Pilpres 2014 hanya dinamika politis sesaat. Sebab, pemerintahan SBY berperan besar dalam proses Pilpres 2014 ini. Sehingga, baik buruknya kualitas pilpres ikut ditentukan oleh persiapan yang dilakukan pemerintah.
"Nah kalau ada kecurangan pilpres, maka ini akan merefleksikan dari pemerintahan itu sendiri. Padahal, saya menyakini dalam persoalan ini Presiden SBY sama sekali tidak ikut-ikutan dalam persoalan kecurangan yang terjadi," pungkas Wakil Ketua DPR itu.
Sementara Ketua Komisi II DPR, Agun Gunandjar Sudarsa mengatakan, DPR akan membentuk Pansus Pilpres guna menindaklanjuti dugaan kecurangan dalam pelaksanaan Pilpres 2014. Alasannya, KPU tak responsif dalam menindaklanjuti laporan dugaan kecurangan yang ditemukan kubu Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.
“KPU terkesan kurang responsif terhadap laporan kecurangan dan keberatan yang disampaikan Tim Prabowo-Hatta. Jadi, kita akan bentuk Pansus Pilpres Jilid II secepatnya, karena memang banyak kejanggalan yang terjadi," kata Agun.
Selain itu, Komisi II DPR segera memanggil KPU. Pemanggilan KPU adalah untuk mempertanyakan sikap dan tindakan KPU yang tidak melaksanakan laporan dari Bawaslu dan DKPP.
"Kenapa KPU tidak merespon semua temuan pelanggaran pemilu dan kecurangan yang terjadi di daerah. Harusnya semua persoalan itu diselesaikan dulu oleh KPU, tidak perlu memaksakan rekapitulasi suaranya harus selesai 22 Juli 2014. Karena ini menyangkut kepentingan negara, KPU jangan seperti mengejar setoran," tegas politisi Golkar itu.(fas/jpnn)