Pemberdayaan Negara Tiada Akhir
jpnn.com, JAKARTA - Gonjang-ganjing pro dan kontra beras premium ‘mak nyuss’ yang dikemas dalam berbagai merek menarik di berbagai toko swalayan masih terus menghangat.
Hal ini turut disoroti Andi Nur Alam Syah, Kepala Balai Besar Mekanisasi Pertanian, Kementerian Pertanian (Kementan).
Ironisnya, polemik ini dibawa para pendukungnya ke ranah politis. Bagi orang awam gonjang-ganjing tersebut apabila dicermati dengan seksama sebetulnya merupakan suatu kejadian biasa dan umum terjadi dalam masyarakat suatu negara.
Kejadian tersebut mengikuti fenomena antara pencari untung (rent seeker) atau pedagang/pengusaha dan pemberdaya tiada akhir, yaitu negara.
Perilaku pencari untung dalam bentuk, tempat, dan keadaan apapun selalu berpikir atas dasar untuk mendapatkan keuntungan sebanyak mungkin, hanya saja ada yang mengikuti etika dan norma yang baik dan tergantung pada moral pelaku.
Sebaliknya suatu negara sebagai pelaku pemberdaya dalam situasi apapun selalu atau bahkan wajib untuk memberdayakan warga negaranya.
Pemberdayaan warga negara dalam hal ini dalam bentuk mencerdaskan, membangun jiwa dan raga sampai kepada menyejahterakan secara berkelanjutan sepanjang negara tersebut masih ada.
Pemerintah Indonesia dalam hal ini melaksanakan pemberdayaan atas dasar melaksanakan amanat Pasal 33 UUD 1945.
"Dalam kasus gonjang-ganjing beras premium versus beras bersubsidi terdapat beberapa hal yang perlu dicermati dan sudah dilakukan oleh pihak pengusaha," ujar Andi.