Pemberontak Syria Bina Mantan Kombatan ISIS
Sepak terjang Khalil bersama ISIS berakhir saat dia tertembak dalam salah satu bentrokan dengan FSA di Aleppo. Dia kemudian diamankan, diobati, dan menjadi tahanan FSA.
”Saya tidak tahu harus menjawab apa jika Anda bertanya tentang perasaan saya saat kali pertama mengokang senjata dan bertempur bersama ISIS. Yang saya tahu, saya harus maju terus dan pantang mundur. Itu saja,” paparnya.
Melewati masa remaja sebagai pejuang ISIS membuat Khalil dewasa lebih cepat. Selain senjata, rokok lantas menjadi benda yang tidak pernah lepas dari tangannya.
Sampai setelah menjadi tahanan FSA pun, Khalil tidak bisa menghentikan kebiasaan merokok. Sebab, di balik kepulan asap rokok, dia bisa menyembunyikan perasaan rendah dirinya.
Namun, Nasser yakin, rasa percaya diri Khalil akan tumbuh seiring berakhirnya masa pendidikannya di pusat rehabilitasi mental tersebut. Para siswa punya waktu tiga bulan untuk membebaskan diri dari ideologi radikal ISIS di tempat itu.
Pada akhir masa pendidikan, para siswa akan menghadapi ujian. Nilai ujian dan penilaian karakter harian mereka bakal menjadi penentu kelulusan.
Layaknya sekolah, para mantan pejuang ISIS itu juga diharapkan lulus dari pusat rehabilitasi mental. Jika lulus, artinya mereka sudah dianggap mampu berbaur dalam masyarakat.
Maka, FSA akan mengawal proses pembauran tersebut. ”Setelah lulus, kalian harus selalu ingat untuk menerapkan ilmu yang kalian peroleh di sini. Jangan sampai lupa diri dan jangan mudah terpengaruh orang lain,” kata seorang pembina.