Pemerintah Batalkan Penerapan BMAD Pelat Baja, Pengusaha Galangan Kapal Happy
“Ini merugikan 110 perusahaan tersebut. Kami sudah ke Menko Maritim dan gubernur. Peraturan BMAD tersebut berlaku sejak 2016, tapi baru dipungut saat injury time sekarang ini. Kalau satu kapal bayar Rp 3 miliar, bisa gulung tikar kami,” paparnya.
Penerapan BMAD ini berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 50/2016 tentang Pengenaan BMAD terhadap Impor Produk Pelat Baja atau Hot Rolled Plate (HRP) dari Tiongkok, Singapura, dan Ukraina.
PMK ini sebenarnya baru diberlakukan setelah ada audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di Kementerian Keuangan. Mereka menemukan ada praktik dumping atas impor plat baja sehingga menerapkan peraturan ini.
BMAD ini tidak hanya berlaku bagi pelat baja impor dari tiga negara tersebut, tapi juga berlaku bagi pelat baja impor dari negara lain yang masuk lewat Tiongkok, Singapura, dan Ukraina.
Menanggapi keluhan tersebut, Wapres Jusuf Kalla (JK) mengatakan akan segera berkoordinasi dengan Menteri Keuangan (Menkeu).
“Dasarnya Batam itu FTZ, jadi sebenarnya tak perlu bea masuk,” katanya.
Ia mengungkapkan, sebenarya alasan BMAD diterapkan karena Tiongkok sebagai negara produsen baja terbesar di dunia juga melakukan praktik dumping. Pasalnya, Tiongkok mulai menurunkan harga bajanya menjadi lebih murah sehingga bisa membuat harga baja lokal kalah saing. Makanya BMAD diterapkan dengan besaran pajak 27,5 persen untuk produk baja dari Tiongkok, Singapura dan Ukraina.
“Tapi saya kira, saya akan cek lagi. Saya yakin mestinya tak berlaku. Karena Batam ini daerah FTZ,” janjinya.
Seperti diketahui, sebelumnya pemerintah menerapkan BMAD sebesar 10,47 persen untuk impor pelat baja dari Tiongkok. Kemudian dari Singapura dikenakan bea masuk sebesar 12,50 persen. Sedangkan dari Ukraina dipu-ngut bea masuk 12,33 persen.