Pemerintah Dinilai Gagal Menjaga Daya Beli Masyarakat
jpnn.com, JAKARTA - Analis Ekonomi Politik dari Fine Institute Kusfiardi menilai pemerintah gagal menjaga stabilitas harga atau daya beli masyarakat. Padahal, konsumsi masih menjadi penyumbang utama pertumbuhan ekonomi. Pada 2018 misalnya, pertumbuhan konsumsi berkontribusi sebesar 55,74 persen.
Kusfiardi menjelaskan, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat terjadi penurunan harga pada sejumlah komoditas pangan yang mendorong deflasi 0,08 persen pada Februari 2019. Namun tidak serta merta memperbaiki konsumsi yang menjadi penopang pertumbuhan ekonomi.
Sementara itu, survei konsumen Bank Indonesia menunjukkan sejak Desember lalu, optimisme konsumen berada dalam tren menurun. Terakhir, indeks keyakinan konsumen pada Februari 2019 turun dari 125,5 pada Januari menjadi 125,1. Kondisi ini menunjukkan gejala lesunya permintaan masyarakat.
“Meskipun terjadi penurunan harga, tetapi tidak mendorong konsumsi. Kondisi ini mengarah pada daya beli masyarakat yang melemah. Penyebabnya tentu berkaitan dengan lapangan pekerjaan dan tingkat penghasilan masyarakat,” kata Kusfiardi di Jakarta, Jumat (8/3).
Dia menjelaskan, ketersediaan lapangan pekerjaan belum memadai untuk bisa memberikan penghasilan yang cukup bagi masyarakat. Kondisi ini yang kemudian mempengaruhi konsumsi.
“Kegiatan produktif yang tersedia saat ini, tidak mampu memperkuat daya beli masyarakat,” pungkasnya.
Kusfiardi menagatakan, persoalan ini merupakan indikasi kegagalan pemerintah dalam pengelolaan ekonomi. Khususnya penciptaan lapangan kerja dan stabilitas harga.
Selain itu, juga membuktikan kegagalan jurus kartu-kartu yang dibagikan pemerintah. “Kebijakan tersebut tidak bisa meningkatkan kemampuan ekonomi masyarakat. Kebijakan kartu-kartu rezim ini, hanya bisa digunakan untuk konsumsi dan bersifat sementara,” tutupnya. (dil/jpnn)