Pemerintahan Prabowo-Gibran Diharapkan Memperkuat Daya Saing Sawit
Fenny Sofyan dalam acara itu menegaskan bahwa industri sawit bukan hanya penting di Indonesia saja tetapi juga untuk global.
“Beberapa tahun lalu sawit menguasai sekitar 50 persen minyak nabati dunia, tapi sekarang bahkan mencapai 60 persen di 2023. Artinya dependensia dunia terhadap sawit sangat tinggi,” ujar Fenny.
Hal tersebut, ujar dia, karena minyak nabati kompetitor sawit yang sebelumnya membanjiri pasar juga mengalami penurunan produksi. Padahal, dalam beberapa waktu ke depan permintaan minyak nabati dunia bakal bertambah sebanyak 1 juta ton.
Dia mengingatkan alarm tersebut juga harus diantisipasi oleh Indonesia sebagai pengekspor sawit terbesar di dunia dengan tidak kurang 27 juta ton per tahun. Sebab, saat ini produktivitas sawit nasional mengalami stagnasi produksi, sementara kebutuhan dalam negeri terus meningkat.
“Jadi kita akan menghadapi Indonesia Emas 2045 yang produksi sawit ditargetkan 92 juta ton, tapi tapi jujur saja itu susah untuk menembus itu. Harus ada komitmen bersama,” ujarnya.
Target 2045 tersebut adalah gencarnya hilirisasi, tapi menurut Fenny hulu adalah kunci. Tanpa hulu yang diperbaiki, produktivitas CPO nasional berdampak ke segala lini, mulai dari ekspor hingga subsidi biodiesel.
“Kemudian kalau ekspornya dikurangi, itu juga akan berpengaruh terhadap levy atau subsidi biodiesel. Makanya harus ada yang mengatur agar terjadi konsistensi dan presisten produksi ini,” jelasnya.
Lebih lanjut, Fenny juga mengungkapkan bahwa sawit Indonesia masih terus menghadapi kampanye negatif sawit. Salah satu yang bisa menangkal kampanye itu, menurut Fenny adalah menggencarkan Indonesia Sustainable Palm Oil atau disingkat ISPO.