Pemilihan Perwira Aktif TNI-Polri Jadi Komisaris BUMN Melanggar Undang-Undang
Seperti penuntasan pelanggaran HAM masa lalu, reformasi peradilan militer, restrukturisasi komando teritorial, modernisasi alutsista TNI-Polri, penguatan peran lembaga pengawas kepolisian (Kompolnas), kesejahteraan prajurit TNI dan anggota Polri, dan lain-lain.
"Dalam pernyataan di beberapa media massa, pemerintah menyebut pengangkatan sejumlah prajurit dan perwira aktif TNI-Polri disebabkan banyaknya konflik di lapangan antara BUMN dan masyarakat. Misalnya, konflik tanah, perizinan yang tumpang tindih, dan isu sosial," katanya.
Menurut Jesse, hal tersebut mengindikasikan akan digunakannya pendekatan keamanan dalam mengamankan kepentingan perusahaan, yang sangat potensial terjadinya pelanggaran-pelanggaran HAM di kemudian hari.
Mengingat dalam banyak kasus, pembela HAM kerap menjadi korban dalam konflik-konflik serupa.
Karena itu, Koalisi Masyarakat Sipil (KMS) yang tergabung dalam Koalisi Reformasi Sektor Keamanan kemudian menyatakan sikap.
Pertama, mendesak presiden menjalankan reformasi TNI dan Polri secara konsekuen sebagaimana amanat reformasi, Tap MPR Nomor VI dan VII/2000, UU Nomor 2/2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dan UU Nomor 34/2004 tentang TNI.
Kedua, mendesak pemerintah untuk tidak menggunakan pendekatan keamanan dalam penanganan konflik antara BUMN dan masyarakat dengan tidak mengangkat prajurit TNI dan Polri aktif ke BUMN.
Ketiga, mendesak kementerian BUMN untuk mengevaluasi kebijakan pengangkatan prajurit dan perwira aktif dalam jajaran BUMN dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada, khususnya UU TNI dan UU Polri.